REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Polri menganggap dana anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidaklah cukup. Maka dana dari instansi lain, seperti PT Freeport Indonesia, Polri meminta untuk dimaklumi karena untuk uang saku anggota polisi di lapangan.
"Dari info uang itu untuk uang saku anggota kita. Makanya Polri tetap melakukan tugas dan kewajiban dalam rangka melakukan pengamanan di objek vital, tetapi Polri juga tidak bisa mengalokasikan dana yang besar," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Boy Rafli Amar yang ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/11).
Boy mengakui adanya informasi dana imbalan dari Freeport kepada Polri. Namun, lanjutnya, tidak seluruh dana diberikan kepada anggota polisi, karena sebagian digunakan untuk sarana dan prasarana. Mabes Polri sendiri telah membentuk tim untuk melakukan komunikasi lebih lanjut dengan Freeport terkait dana itu.
Polisi di daerah vital seperti di Papua dalam rangka dinas kepolisian karena daerahnya memiliki kerawanan yang khas. Freeport pun membutuhkan situasi yang kondusif dalam melakukan kegiatan operasional aktivitas pertambangan. Freeport, lanjutnya, memiliki kontrak kerja dengan pemerintah untuk mengeksploraso situs Grassberg, Papua yang termasuk dalam daerah vital.
Apalagi selama ini, ia melanjutkan, aktivitas kelompok bersenjata di Papua masih tergolong tinggi. Pada 2009 saja tercatat ada sebanyak 12 penembakan dan menurun pada 2010 dan 2011 yang ada tiga kali penembakan. Untuk menjaga keamanan di Papua, membutuhkan dana anggaran yang besar. Anggaran yang ada untuk operasional sebesar Rp 4,2 triliun untuk pengamanan di seluruh Indonesia.
Dalam laporan ICW sebelumnya, disinyalir ada aliran dana lebih dari 60 juta dolar AS selama 10 tahun terakhir ke Mabes Polri terkait pengamanan Freeport. Freeport mengakui secara transparan menyediakan dana sebesar 14 juta dolar AS untuk anggaran pengamanan fasilitas.