REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin di Jakarta, Senin, menyatakan sudah menjadi kebijakan dirinya dan wakil menteri bahwa remisi bagi koruptor diperketat dan kebijakan itu belum berubah.
Sebelumnya Kementerian Hukum dan HAM RI itu memperoleh kritik dari masyarakat luas terkait dengan pemberian remisi bagi koruptor itu. Menurut dia, kebijakan memperketat persyaratan memperoleh remisi yang diberlakukan kepada narapidana khusus dan selama ini telah diberlakukan terhadap narapidana korupsi.
"Kalau itu juga bisa dilakukan kepada narapidana terorisme, mustinya kepada tindak pidana yang khusus lainnya juga bisa diberlakukan, kecuali ada kondisi khusus seperti 'justice collaborator' atau 'wistleblower'," ujar Amir.
Saat apa yang menjadi dasar diberlakukannya kebijakan tersebut, ia menjawab untuk sementera ini merupakan kebijakan Menteri Hukum dan HAM.
Sementara itu, usai menemui para pimpinan KPK, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengatakan bahwa saat ini kebijakan moratorium remisi terhadap koruptor masih terus dikaji oleh tim Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham).
Namun demikian kebijakan untuk memperketat syarat pemberian remisi kepada narapidana koruptor sudah diberlakukan terutama untuk poin remisi koruptor hanya diberikan kepada mereka yang bertindak sebagai "justice collaborator" dan "wistleblower".
"Sambil menunggu proses kajian tersebut selesai sehingga bisa diketahui apakah nanti kebijakan ini akan berbentu PP (Peraturan Pemerintah) atau yang lainnya, maka perketatan syarat remisi sudah mulai kita berlakukan untuk dua hal itu saja dulu," ujar dia.
Ia mengatakan jika dulu remisi diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik, maka khusus bagi koruptor penilaian berkelakuan baik harus lebih diperjelas yakni bertindak sebagai "justice collaborator" atau pun "wistleblower".
"Itu dapat dibuktikan dengan surat dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Apalagi persyaratannya, kita tunggu apa nanti ada perubahan PP dan sebagainya," ujarnya.
Ia menegaskan yang jelas bahwa pihaknya meyakini bahwa pengetatan pemberian pembebasan bersyarat dan remisi sejalan dengan Undang-Undang Antikorupsi, sekaligus juga sesuai dengan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.