REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembangunan Gedung Baru DPR akhirnya dibatalkan setelah sekian lama menuai protes dari berbagai kalangan. Pembangunan itu dinilai merugikan rakyat karena terlalu banyak menyedot anggaran, hingga Rp 777 miliar. Anggaran pembangunan seluruhnya dikembalikan kepada negara.
“Pembangunan dibatalkan dan anggarannya dikembalikan ke kas negara,” kata anggota DPR, Ganjar Pranowo, saat dihubungi, Jumat (21/10). Pembatalan itu dinilainya bermula dari tuntutan masyarakat yang terus menolak rencana pembangunan gedung baru itu, karena dinilai terlalu memakan banyak uang rakyat.
Ia mengatakan batalnya rencana pembangunan gedung baru berawal dari pembatalan proses tender berdasarkan rapat konsultasi antara Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR dan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, Mei 2011 lalu. DPR, lanjutnya, kini telah mengembalikan seluruh anggaran pembangunan gedung baru itu.
Ganjar menyatakan pembangunan gedung baru ini bermula dari kegelisahan anggota dewan terkait buruknya pendataan kinerja DPR. Pengalaman mereka mengunjungi gedung-gedung parlemen di luar negeri menunjukkan pengelolaan data parlemen masih lemah. Ganjar kemudian mengusulkan agar ada penambahan staff-staff untuk mengelola data-data tersebut. Misalkan, kata Ganjar, masyarakat ingin mengetahui apa saja yang pernah dibicarakan salah seorang anggota dewan dan bagaimana profilenya, maka bisa dicari di perpustakaan itu. Data-data pembahasan sidang mulai Baleg hingga paripurna pun tersedia di sana. Masyarakat pun bisa mengakses data itu dengan bebas.
Usulan tersebut kemudian mengembang menjadi pembahasan mengenai dibutuhkannya gedung khusus untuk menampung data dan staff-staff baru tersebut. Selain itu juga akan dibuat ruang-ruang presentasi untuk umum dengan fasilitas yang lebih bagus lagi berbasis teknologi. Usulan kemudian berkembang lagi menjadi gedung baru yang juga untuk kantor anggota dewan.