REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) mengajukan gugatan uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami mengajukan uji materi atas tafsir Pasal 18 Ayat (1), Pasal 34 Ayat (4) UU Penyiaran dan uji materi pasal-pasal tersebut terhadap pasal-pasal 28 D, 28F, dan 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945," kata Koordinator KIDP Eko maryadi sesuai mendaftarkan gugatannya di MK, Jakarta, Selasa (18/10), .
Menurut Eko gugatan itu dilakukan karena posisi UU Penyiaran sangat lemah, dan sering kali disalahtafsirkan secara sepihak oleh para pemimpin media. Lebih lanjut Eko menjelaskan KIDP, berpendapat bahwa penyiaran merupakan suatu media yang menggunakan ranah publik yaitu frekuensi, yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Namun, pada praktiknya para pemimpin media penyiaran kerap memperjualbelikan frekuensi penyiaran dan menciptakan pemusatan kepemilikan bisnis penyiaran.
"Terkait itu, ada kesalahan penafsiran tentang Pasal 18 UU Penyiaran. Pemerintah selama ini mempraktikan bahwa pemusatan kepemilikan itu di bagian hukum penyiarannya, sehingga holding seperti, MNC, EMTEK, PC Media diperbolehkan oleh pemerintah," katanya.
Eko maryadi menambahkan, Kementerian Komunikasi dan Informasi Kemkominfo) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama ini melakukan pembiaran terhadap adanya pemusatan penyiaran yang mensalahtafsirkan UU Penyiaran Pasal 18 Ayat (1) dan Pasal 34 Ayat (4).
Dikatakan, penafsiran sepihak oleh badan hukum atau perseorangan dalam kedua pasal tersebut mengakibatkan adanya pemusatan kepemilikan stasiun televisi dan radio di tangan segelintir pengusaha.
''Kami berharap MK memperkuat kedua pasal tersebut agar tidak ditafsirkan serampangan. Karena dua pasal tersebut multi tafsir. Kami menginginkan industri penyiaran mematuhi pasal, dan semoga seluruh lembaga penyiaran dapat mematuhi aturan UU penyiaran," katanya.
Hasil keputusan MK, lanjutnya, akan digunakan KIDP sebagai dasar untuk menggugat lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran,seperti yang dilakukan PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) terhadap Indosiar dan beberapa perusahaan lainnya.
''Kami KIDP sangat yakin bahwasannya akuisisi PT EMTK atas Indosiar dan sikap pemerintah yang membiarkan EMTK mengangkangi UU, benar-benar melanggar hukum. Karena itu,MK menjadi harapan terakhir kami untuk mengeksekusi pelanggaran itu,? katanya.
Sementara itu, mantan anggota Pansus UU Penyiaran Paulus widiyanto mengatakan, apa yang sudah diputuskan menjadi UU seharusnya dijalankan dengan baik oleh Kemkominfo dan KPI. Kedua instansi pemerintah tersebut harus dapat mempertegak UU Penyiaran agar tidak multitafsir.
"Apa yang sudah sah, diputuskan undang-undang itu sudah sah. Persoalannya bagaimana Kemkominfo dapat melakukan tafsir tunggal. Jika ada pemusatan kepemilikan maka akan ada penyeragaman isi, dan pilihan masyarakay akan menjadi terbatas," ucapnya.
Sebagai anggota pemantau regulator media, Amir Effendi Siregar mengaku, KIDP telah memiliki data mengenai adanya segelintir pihak yang telah melakukan pemusatan penyiaran. Antara lain, Group MNC yang memiliki tiga stasiun televisi yaitu RCTI, Global TV dan MNC, lalu Group PT EMTEK dengan Indosiar dan SCTV, Group PC media. dengan TV One dan Anteve.
Amir berpendapat, selain ketiga grup perusahaan tersebut, masih terdapat Transcorp yang memiliki dua stasiun televisi yakni, Trans TV dan rans 7. Hanya saja, KIDP belum memiliki data detail adanya pemusatan kepemilikan Transcorp.
"Yang belum kita punya hanya Transcorp. Tetapi, berdasarkan UU Penyiaran tidak diperkenankan adanya pemusatan kepemilikan. Tidak boleh memiliki media lebih dari satu dalam satu provinsi," tegasnya.
Penyiaran, menurutnya, harus berdiri independent, maka adanya penggabungan grup-grup, mengindikasikan adanya kepentingan politik.