Senin 17 Oct 2011 19:48 WIB

Tunjuk Denny Jadi Wakil Menkum HAM, Presiden SBY Gadaikan Aturan

Rep: Esthi Maharani/ Red: Djibril Muhammad
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai telah melanggar aturan. Hal ini terkait dengan diangkatnya sejumlah nama menjadi wakil menteri meskipun bukan dari kalangan eselon 1A.

Celakanya, aturan yang termuat dalam Perpres No 47 tahun 2009 itu telah direvisi pada 13 Oktober 2011 menjadi Perpres No 76 tahun 2011. Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo mengatakan perubahan Perpres itu terlalu terburu-buru.

"Presiden telah menggadaikan aturan dan mengesankan peraturan itu diubah karena ingin meloloskan sejumlah nama untuk menduduki jabatan wakil menteri," katanya saat dihubungi, Senin (17/10).

Salah satu yang diperdebatkan adalah posisi Denny Indrayana sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM. Padahal, jika mengacu pada Perpres 2009, seorang wakil menteri harus sudah menjabat eselon 1A, sedangkan Denny baru menduduki eselon IIIC.

"Modusnya mirip-mirip dengan kasus Bank Century yang mengubah ketentuan dalam PBI agar bisa lolos," katanya menganalogikan.

Menurutnya, berapa pun banyaknya wakil menteri dan segemuk apa pun Kabinet Indonesia Bersatu (KIB)-II pasca-reshuffle tak perlu dipersoalkan. Sebab, tolok ukurnya tetaplah efektivitas pemerintahan dan kinerja kementerian.

Kalau benar jumlah wakil menteri akan bertambah, paling patut untuk dipersoalkan atau dikhawatirkan adalah kejelasan dan ketegasan fungsi serta peran para wakil menteri itu.

"Kalau uraian tugasnya tidak jelas dan tidak tegas betul, kehadiran wakil menteri berpotensi menimbulkan disharmoni di tubuh kementerian. Saat ini, ketika negara sedang mengantisipasi dampak krisis ekonomi global, disharmoni di kementerian tidak boleh dibiarkan. Karena itu, penempatan wakil menteri harus ada urgensinya," bebernya.

Selama ini, lanjut dia, para birokrat di semua kementerian terbiasa dengan struktur organisasi yang menempatkan menteri sebagai orang nomor satu. Orang nomor dua adalah sekretaris jenderal (sekjen), dan di bawahnya para Direktur Jenderal (Dirjen) plus Inspktorat Jenderal (Irjen).

"Menempatkan wakil menteri adalah sebuah perubahan. Di sinilah masalahnya, sebab mengubah kebiasaan atau tradisi itu tidak mudah. Apalagi kalau terjadi rivalitas menteri versus wakil menteri," katanya menegaskan.

Dengan hadirnya wakil menteri, posisi nomor dua di kementerian mestinya wakil menteri, bukan lagi Sekjen. Bambang menilai akan sangat merepotkan jika uraian tugas Wakil Menteri tidak diperjelas dan tidak dipertegas.

"Apakah kehadiran wakil Menteri otomatis mengurangi wewenang Sekjen dan para dirjen? Kalau sebelumnya Sekjen dan para Dirjen bertanggung jawab langsung ke menteri, apakah sekarang harus melalui wakil menteri?" tanya politisi dari fraksi Partai Golkar ini.

Karena wakil menteri tidak berwenang merumuskan dan membuat keputusan atau kebijakan, ada potensi Sekjen dan para Dirjen tidak memedulikan wakil menteri. Karena itu, Bambang mengharapkan, bukan hanya uraian tugas yang harus jelas dan tegas, tetapi juga kewenangan wakil menteri harus diperjelas dan dipahami eselon-eselon di bawahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement