REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Hakim konstitusi Akil Mochtar menyatakan, sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap sebagai ultra petita (memutus perkara di luar permohonan pemohon) merupakan keputusan terbaik. Menurut Akil, ultra petita dilakukan sebagai jalan keluar bagi permasalahan hukum dan pemilu di Indonesia.
Ia menyontohkan, kasus Century, serta penggunaan KTP dan paspor mewakili identitas diri agar bisa memiliki hak pilih dalam Pemilu 2009. Karena itu, ultra petita wajib dilakukan hakim konstitusi dalam membuat putusan demi menyelesaikan kasus seutuhnya dan menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan uji materi UU.
“Ultra petita itu menjadi solusi bagi persoalan kebangsaan dan menyelesaikan persoalan,” kata Akil dalam sidang panel uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2011 juncto UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK di gedung MK, Kamis (13/10).
Para pemohon uji materi adalah para praktisi hukum, yakni Bambang Supriyanto, Max Boli Sabon, Eddie Doloksaribu, Adi Lazuardi Pratama, Muhammad Anshori, dan Andriko Sugianto Otang. Mereka menguji Pasal 45 A, Pasal 57 Ayat 2a, Pasal 59 Ayat 2, dan Pasal 15 Ayat 2 huruf b dan huruf h UU Nomor 8 Tahun 2011.
Pemohon menyoroti dua masalah dalam pasal tersebut yang dinilai demi perbaikan peran MK ke depannya. Yakni larangan bagi MK untuk memberikan putusan yang mengandung ultra petita dalam Pasal 45 A, Pasal 57 Ayat 2a, dan Pasal 59 Ayat 2 UU MK. Serta syarat-syarat bagi calon hakim kontitusi dalam Pasal 15 Ayat 2 huruf b dan huruf h.
Menurut salah satu pemohon Bambang Supriyanto, beberapa pasal itu merugikan hak konstitusional pemohon sesuai Pasal 2C Ayat 2 UUD 1945, yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat.”
Bambang mengatakan, MK sebagai lembaga peradilan konstitusi, harus lebih terarah dalam melakukan tugasnya. Karena lembaga ini memiliki peran strategis sebagai peradilan untuk masalah ketatanegaraan dan politik. “MK sebagai lembaga peradilan kontitusi harus berperan optimal, untuk memberikan kepastian hukum bagi warga,” katanya.
Dalam sidang panel pendahuluan yang dipimpin Akil Mochtar, didampingi Ahmad Fadlil Sumadi, dan Maria Farida Indrati, pemohon disarankan untuk memperbaiki permohonan. Khususnya menyangkut aspek kerugian konstitusional pemohon dan pertentangan norma permohonan terkait uji materi yang diajukan.