Senin 26 Sep 2011 17:38 WIB

Menhut Cabut Permenhut 62/2011

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Johar Arif
Menhut Zulkifli Hasan
Foto: Antara
Menhut Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Senin (26/9), mencabut Permenhut 62/2011 yang mengatur tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK/HTI). “Sudah saya cabut hari ini,” kata Menhut kepada Republika di kantornya usai pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional, Erick Solheim, Senin (26/9) sore.

Pencabutan ini ditandai dengan dikeluarkannya Permenhut 64/2011 hari ini. Dengan dicabutnya aturan itu, maka aturan selanjutnya yang dipakai kembali kepada Permenhut 614/1999 tentang Hutan Tanaman Campuran.

Permenhut 62/2011 memasukkan kelapa sawit dalam hutan tanaman industri. Hal ini mengundang gejolak protes berbagai aktivis lingkungan kehutanan. Alasannya, dalam pasal-pasalnya teridentifikasi ada upaya pemutihan terhadap pelanggaran Undang-Undang 41/1999 tentang kehutanan.

Menhut menegaskan pencabutan yang terkesan mendadak ini sama sekali bukan karena desakan LSM semata. Ia mengakui, yang namanya Permenhut tak boleh mengundang pertentangan di berbagai kalangan di masyarakat.

Selanjutnya, katanya, pemerintah akan melakukan kajian mendalam untuk menyempurnakan poin-poin penting. “Kita perlu belajar dari Permenhut 64/2011 dan Permenhut 62/2011,” tukasnya.

Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Elfian, mengatakan sudah mendapat konfirmasi langsung dari Menteri Kehutanan melalui pesan singkat terkait pencabutan ini. “Menhut bilang aturan itu sudah dicabut,” ungkapnya saat dihubungi wartawan.

Ia mengatakan, ketika Permenhut tersebut pertama kalinya dipublikasikan, Greenomics menyampaikan beberapa keberatan kepada Menhut. Pertama, Permenhut tersebut menggunakan dasar Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 yang sebenarnya tak bisa menjadi dasar. Pasalnya berpotensi mengalihkan izin-izin sawit yang cacat prosedur di kawasan hutan oleh para Gubernur/Bupati.

Kedua, ia menilai Permenhut itu jadi bentuk perlawanan terhadap rekomendasi laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menyatakan bahwa banyak izin-izin perkebunan yang diterbitkan oleh para Gubernur/Bupati ternyata melanggar dan BPK merekomendasikan untuk menghentikan kegiatan operasionalnya.

Ketiga, Permenhut 62/ 2011 yang mengatur legalisasi tanaman perkebunan sebagai tanaman kehutanan di dalam kawasan hutan, ternyata tak sejalan dengan surat Jaksa Agung kepada Menteri Kehutanan tertanggal 21 September 2010. Dalam surat tersebut, Jaksa Agung menjelaskan pengembangan kebijakan yang mengakomodir budidaya tanaman perkebunan di dalam kawasan hutan akan menyebabkan tak serasinya Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Perkebunan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement