REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Komisi II DPR kecewa dengan kinerja Bareskrim Polri terkait kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu terkait kinerja penyidik yang terkesan menutup-nutupi alur kasus sebenarnya, dengan mengingkari fakta yang ada.
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain, menduga Polri berada di bawah tekanan politik besar, sehingga tidak transparan dalam membongkar kasus tersebut. “Saya tidak tahu ini dari mana yang buat polisi ketakutan dalam menetapkan tersangka sebenarnya,” tuding Malik di Jakarta, Sabtu (17/9).
Malik mengatakan, penetapan tersangka mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan dan mantan panitera pengganti MK Zainal Arifin Hoesein adalah hal yang tidak berguna. Hal itu karena mereka berdua bukan aktor intelektual sehingga sama sekali tidak bakal membongkar mafia pemilu.
Karena itu, ia menyarankan penyidik harus punya komitmen kuat untuk bongkar kasus surat palsu yang diduga dilakukan Andi Nurpati. Pasalnya dua orang itu menjalankan perintah, dan orang yang memerintah dan mendesain, dan yang memanfaatkan surat palsu hingga kini masih bebas berkeliaran. “Aktor intelektual yang harus ditetapkan sebagai tersangka, tidak cukup dua orang itu,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Malik mengungkap, Panja Mafia Pemilu berencana memanggil lagi Rara dan Bambang untuk menjelaskan kronologis pembuatan surat palsu MK. Rara adalah cucu mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi, dan Bambang adalah staf caleg Partai Hanura Dewie Yasin Limpo. Keduanya dinilai mengetahui proses pembuatan surat palsu tersebut.
Setelah itu, Panja Mafia Pemilu mengagendakan pemanggilan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. “Masalah ini tinggal cari waktu saja sambil kita melihat perkembangan.” Pemanggilan Andi Nurpati, kata dia, sangat dimungkinkan dilakukan beserta anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) lain.
Hasil investigasi Komisi II DPR hingga kini telah mengumpulkan data 90 persen. Hasil sementara itu, lanjut Malik, siapa pelaku utamanya, peran masing-masing pihak dalam surat palsu MK mulai terkuak. Karena itu, pihaknya mengusulkan Panja Mafia Pemilu menyimpulkan sendiri untuk dibuat rekomendasi guna mengungkap siapa pelakunya.
Kemudian, data itu dilaporkan kepada tiga institusi, yakni temuan pelanggaran pidana agar ditangani Polri. Adapun kesalahan yang dibuat beberapa staf terkait pelanggaran administrasi, dilaporkan ke MK agar dintindaklanjuti. Begitu juga KPU agar menindak staf yang terlibat. “Langkah ini masih terjadi perdebatan soal kesimpulan seperti apa,” jelas Malik.