REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Laporan Government Watch (Gowa) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang dugaan korupsi dalam tender pengadaan e-KTP atau KPT elektronik dinilai telat. Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengatakan, sebelum tender e-KTP dilakukan, pihaknya sudah meminta KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengawasi tender.
Dalam pengadaan e-KTP, kata dia, tidak hanya melibatkan Kemendagri sendiri, melainkan 15 kementerian dan lembaga negara lain. Semua institusi itu saling bekerja mengawasi jalannya proyek mulai awal hingga pembuatan e-KTP di 197 kabupaten/kota.
Karena itu, ia menilai sangat aneh laporan Gowa yang menyatakan ada indikasi korupsi dalam pengadaan tender. “Gowa terlambat, melaporkannya sekarang. Saya melihat ada indikasi orang-orang kecewa dengan hasil tender,” kata Gamawan, Rabu (24/8).
Menurut Direktur Eksekutif Gowa, Andi W Syahputra, proses pelelangan sejak dari perencanaan, pengajuan anggaran, hingga pelaksanaan lelang diduga sarat dengan kepentingan pihak tertentu. Semua diarahkan pada pengaturan dukungan pada satu konsorsium perusahaan.
Investigasi Gowa sejak Maret hingga Agustus 2011 menemukan dugaan kolusi pada proses lelang e-KTP tahun 2011. Lelang ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri. Hasil audit forensik Gowa itu menemukan tak kurang dari 11 penyimpangan, pelanggaran, dan kejanggalan dalam proses tersebut.
Menurut Gamawan, sangat mustahil terjadi korupsi proses pengadaan. Karena, bagaimana mungkin 15 institusi bisa ditipu dan semuanya diam jika terjadi penyimpangan. Atas dasar itu, ia menyebut laporan Gowa tak lebih sebagai upaya pihak-pihak yang ingin menggagalkan proyek e-KTP. “Apakah karena tak dilibatkan, mereka baru bersuara sekarang? Bongkar saja jika memang manipulasi,” ujar Gamawan.
Yang membuatnya heran, Gowa sudah melansir kerugian negara sebesar Rp 1 triliun lebih. Hal itu dinilainya asal tuduh sebab Kemendagri hingga kini belum mengeluarkan dana untuk membayar perusahaan pemenang tender. Adapun jika pemenang tender tidak mampu menyelesaikan proyek pembuatan e-KTP untuk 50 juta penduduk pada 2011, pihaknya mengenakan denda.
Sehingga sangat mustahil terjadi kerugian negara apalagi indikasi korupsi dalam proyek e-KTP. Guna merespon laporan Gowa, pihaknya menunjuk pengacara Hotman Sitompul untuk menyelesaikan kasus itu. Gamawan mengaku, berencana menuntut balik Gowa jika terus mengganggu jalannya proyek e-KTP. “Ada rencana melaporkan mereka dengan tuduhan balik,” kata mantan gubernur Sumatra Barat tersebut.