REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ada 25 pertanyaan yang diajukan penyidik Mabes Polri kepada mantan hakim Mahkamah Kontitusi (MK), Arsyad Sanusi. Dalam pertanyaan itu menyangkut pula pertemuannya dengan tersangka pemalsuan surat, Masyhuri Hasan.
"Saya telah diperiksa tim penyidik dan kurang lebih 25 pertanyaan," kata Arsyad Sanusi usai menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jumat (15/7) Namun Arsyad membantah pernah bertemu Masyhuri Hasan yang berprofesi sebagai juru panggil (panitera) MK tersebut.
Arsyad mengatakan penyidik juga menanyakan pertemuan dirinya dengan Ketua MK, Mahfud MD dan Zainal Arifin. Ia juga membantah pernah bertemu Masyhuri Hasan sebanyak lima berdasarkan pengakuan Masyhuri.
Selain itu, petugas mengkonfirmasi sejauh mana hubungan Arsyad dengan anggota DPR RI dari Fraksi Hanura, Dewi Yasin Limpo dan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, serta para staf MK.
Arsyad menyebutkan penyidik menunjukkan enam surat dari MK dan KPU yang sebelumnya belum pernah dilihat. Surat tersebut, yakni Surat Permohonan KPU dan MK sebanyak dua lembar, surat jawaban (dua lembar), surat tertanggal 14 dan 17 Agustus 2009, serta Surat Investigasi dan Tim Pembentukan Investigasi.
Mantan hakim MK merasa mendapatkan fitnah dari pimpinan MK karena tuduhan surat putusan palsu. Arsyad juga mempertanyakan sikap pimpinan MK yang tidak pernah memberitahukan pembentukan tim investigasi maupun hasil pemeriksaan internal sejak dua tahun lalu.
"Waktu ditanya Panja (DPR), baru saya kaget saat pulang dari umroh," ujar Arsyad.
Saat ini, Mabes Polri menyelidiki dugaan surat keputusan palsu dari MK Nomor : 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009.
Penyelidikan dugaan surat palsu tersebut, berdasarkan laporan dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD terkait keputusan penetapan kursi calon anggota DPR RI dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I
Polisi telah menetapkan satu tersangka dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut, yakni juru panggil MK, Masyhuri Hasan.
Selain itu, penyidik juga telah memeriksa Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo, mantan Hakim MK Arsyad Sanusi dan putrinya, Nesyawati, serta beberapa saksi lain dari KPU dan MK.