REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Maraknya kasus korupsi di tingkat daerah tidak seluruhnya ditangani KPK. Perlu ada peran aktif dari aparat setempat untuk mengatasi terlebih dulu.
Hal ini disampaikan oleh pimpinan KPK, Chandra Hamzah, Kamis (14/7). Ia menyampaikannya dalam acara penutupan Lokakarya Antikorupsi di Hotel Graha Santika, Semarang.
"KPK hanya menjadi pemicu untuk penindasan korupsi di daerah," jelas Hamzah. Ia mengatakan ada perbedaan pandangan antara publik di pusat dengan daerah.
Menurutnya, publik daerah menilai bahwa KPK jarang mengambil alih isu korupsi pejabat daerah. Sebaliknya, publik Jakarta akan protes jika KPK hanya menangani korupsi di daerah saja. "KPK nanti dikira hanya berani dengan pejabat daerah saja," canda Hamzah.
Hamzah mengatakan bahwa KPK dapat menangani langsung kasus daerah. Namun apabila kasus ini dinilai berat dan cukup besar. Ia lebih mendorong agar penegak hukum lebih berperan aktif dalam pemberantasan kasus korupsi.
Lebih lanjut, Hamzah menilai perlu ada perbaikan sistemik untuk memperbaiki korupsi di daerah. Bahkan ia mencontohkan di daerah Papua. "Khusus kepala daerah di Papua, kami sampai melakukan bimbingan khusus bagi mereka dalam mengatur khas daerah," kata Hamzah.
Hamzah menilai ketidaksiapan kepala daerah dengan otonomi menyebabkan meningkatnya tindak korupsi. "Kepala daerah seperti kaget langsung menerima uang banyak, bingung mengelolanya," ucapnya.
Kepala daerah di Jawa Tengah memang banyak yang terlibat kasus. Kasus yang masih hangat adalah Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menangkap mantan bupati Sragen Untung Wiyono, Selasa kemarin. Kejati menangkap Untung terkait kasus tindak pidana korupsi penyelewengan penggunaan dana kas daerah sebesar Rp 40 milyar.
Kemudian pada Rabu, Bupati Tegal Agus Riyanto menjalani sidang pertama di Kejaksaan Negeri Kota Semarang. Jaksa penuntut umum mendakwa Agus telah korupsi dana pembangunan jalan lingkar Kota Slawi senilai Rp 3,9 miliar