REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan perlindungan tak bisa otomatis diberikan kepada M Nazaruddin meskipun mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu meminta perlindungan.
Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, usai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka melaporkan kinerja LPSK di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/7), mengatakan LPSK perlu memverifikasi kebenaran semua data atau dokumen yang diklaim dimiliki oleh Nazaruddin.
"Tidak hanya LPSK yang harus melihat informasi tersebut memiliki dasar atau tidak, tetapi aparat penegak hukum yang punya kewenangan melakukan penyidikan atau penyelidikan untuk mengecek sejauh mana informasi yang disampaikan yang bersangkutan memang informasi yang memiliki dasar atau tidak," tutur Abdul Haris.
LPSK, menurut dia, harus memastikan apakah informasi yang dimiliki seseorang yang meminta perlindungan berdasarkan fakta dan bukti kuat atau hanya fitnah semata.
Selain itu, lanjut dia, LPSK hanya bisa memberikan perlindungan kepada saksi, pelapor, atau pelaku yang ingin bekerja sama dengan aparat penegak hukum yang membongkar suatu kasus.
"Itu kunci pertama, mereka harus mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Kita bisa menilai apakah yang bersangkutan mau bekerja sama atau tidak," ujarnya.
Abdul Haris mengatakan LPSK bisa memberlakukan prosedur penjemputan bola atau menawarkan perlindungan tanpa perlu menunggu permohonan dari orang yang membutuhkan.
Namun, menurut dia, sampai saat ini belum ada permohonan dari Nazaruddin untuk meminta perlindungan atau pun desakan dari pihak tertentu untuk melindungi Nazaruddin.
"Sampai saat ini kita belum berkomunikasi dengan yang bersangkutan. Karena memang belum ada permintaan, belum ada desakan dari pihak lain. Dan apalagi sekarang ini yang bersangkutan sulit untuk dilacak," demikian Abdul Haris.