Senin 27 Jun 2011 15:16 WIB

Sebelum Divestasi Kelar, Gubernur NTB Dukung Uji Materiil Manajemen Newmont

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Gubernur Nusa Tenggara Barat, M Zainul Majdi, mendukung uji materi atau due dilligence secara lengkap terhadap manajemen PT Newmont Nusa Tenggara, sebelum merampungkan divestasi terakhir saham asing.

"Saya setuju sekali, karena dari laporan keterbukaan publik keabsahan 2,2 persen saham Newmont yang dibeli PT IMI berada di bawah kendali Newmont," kata Zainul, di sela-sela Dialog Publik Divestasi, yang digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Senin.

Selain Gubernur NTB, pembicara kunci lain dalam dialog publik itu mantan Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon F Sembiring, anggota Komisi XI DPR, Arif Budiman, dan Koordinator Masyarakat Sipil untuk Kesejahteraan Rakyat NTB, Basri Mulyani, yang juga anggota LBH NTB.

Pada dialog itu, Sembiring memaparkan kajian singkat divestasi saham asing di PT Newmont Nusa Tenggara

(PT NNT). Ia menekankan kepentingan uji materi lengkap terhadap manajemen PT NNT sebelum merampungkan pembelian tujuh persen saham PTNNT jatah divestasi 2010 atau saat divestasi terakhir itu terjadi.

Uji materi lengkap itu dipandang penting menyusul keraguan terhadap keabsahan transaksi pembelian 2,2 persen saham PT NNT dari PT Pukuafu Indah (PI) kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI).

Keraguan itu, kata Sembiring, dimunculkan Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Hadiyanto, yang dirilis media masa nasional. Bahkan, Hadiyanto menyatakan hal itu akan diteliti Perusahaan Investasi Pemerintah (PIP) yang akan membayar tujuh persen saham divestasi terakhir itu.

Apalagi, Presiden Direktur PT NNT, Martino Hadiyanto, dalam pernyataan di media massa nasional, mengakui, yang membiayai pembelian 2,2 persen saham itu adalah pihak Newmont.

"Jika itu benar, maka secara de jure divestasi saham asing di PT NNT setelah tujuh persen dirampungkan, maka 51 persen saham dimiliki Indonesia, yaitu pihak pemerintah, warga negara Indonesia dan perusahaan swasta yang dikontrol warga negara Indonesia," ujarnya.

Namun, kata Sembiring, secara de facto saham 2,2 persen senilai 70 juta dolar AS yang dimiliki PT IMI berada di bawah kendali Newmont atau perusahaan asing.

Menurut dia, dengan demikian, divestasi yang terjadi hanya dagelan alias sandiwara, bahkan akal-akalan pihak Newmont dan pemerintah Indonesia masuk dalam irama Newmont Ltd.

Sesuai kontrak karya, PT NNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.

Pemerintah NTB beserta mitra investornya yakni PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk) telah menguasai 24 persen persen PT NNT yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.

Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat serta Sumbawa membentuk PT Daerah Maju Bersaing (DMB) yang kemudian bermitra dengan PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk) untuk mengakuisisi 24 persen saham Newmont jatah divestasi.

PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT IMI sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.

Sedangkan saham yang dimiliki dimiliki Nusa Tenggara Partnership, tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo.

Sembiring juga mengungkapkan adanya rencana penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering  (IPO) PT NNT setelah proses divestasi berakhir, padahal Pasal 24 ayat 5 Kontrak Karya (KK) telah mengatur secara jelas syarat penawaran saham, yang direncanakan secara wajar untuk menjamin saham-saham tersebut tidak akan dipindahtangankan kepada bukan warga negara Indonesia.

Menurut dia, PT NNT tidak boleh IPO karena tidak akan bisa menjamin peserta Indonesia di PT NNT tetap menguasai 51 persen saham, sebab Bapepam dan BEJ tidak melarang asing untuk bisa membeli saham di pasar modal.

"Kedua alasan itu yakni keabsahan 2,2 persen saham dan rencana IPO PT NNT sudah menunjukkan kepada publik ketidakcermatan pemerintah dalam memutuskan untuk membeli tujuh persen saham divestasi terakhir itu, sehingga perlu dilakukan uji kelayakan secara komprehensif dan akuntabel," ujar Sembiring yang juga Komisaris Independen PT Indika Energy, Tbk.

Menanggapi pandangan mantan Dirjen Minerbapum itu, Gubernur NTB periode 2008-2013 yang pernah menjadi penghuni Senayan itu, mengatakan, bila 2,2 persen saham yang dimiliki PT IMI namun hak suaranya diambil Newmont maka hal itu mengundang pertanyaan besar.

"Apakah itu tidak menyalahi kontrak karya. Makanya saya sangat setuju untuk dilakukan uji materi terhadap manajemen PT NNT secara komprehensif dan akuntabel. Termasuk, dana 600 juta dolar AS sebagai pinjaman pindanaan PT NNT," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement