Rabu 11 May 2011 23:32 WIB

Mirip Topik G20, Konferensi Internasional KPK tentang Antisuap

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -  Konferensi internasional memerangi suap dalam transaksi bisnis dinilai menarik. Pasalnya tema yang diusung memiliki banyak kesamaan dengan topik yang akan dibicarakan oleh kelompok 20 negara berkembang (G20), Kamis (12/5).

Penilaian itu disampaikan oleh Wakil Ketua Kelompok Kerja Anti-Korupsi G20, Florence Jeanblanc-Risler pada konferensi internasional bertajuk "International Conference On Combating Bribery In International Business Transactions" yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Nusa Dua, Bali, Rabu (11/5)

Menurut dia, terdapat tiga hal yang disepakati dari konferensi internasional yang diikuti lebih dari 400 partisipan tersebut, yaitu mengenai perangkat hukum yang digunakan, metoda dan tindakan dalam penanganan kasus korupsi.

Perangkat hukum sangat diperlukan di dalam kebijakan nasional dan kerangka internasional untuk melawan korupsi. Sedangkan metoda yang digunakan, terkait sistem penanganan korupsi yang harus dimulai dari atas.

"Komitmen dari yang paling atas sangat diperlukan, baik dari swasta maupun pemerintah. Perusahaan maupun presiden, keduanya harus ada komitmen yang erat," ujar Jeanblanc-Risler.

Berbicara mengenai tindakan yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi, menurut dia kata kuncinya terletak pada upaya memperkuat implementasi pemberantasan dan pencegahan.

Ia menjelaskan ada empat hal pokok yang akan dibahas G20, yaitu memperkuat kerangka hukum internasional dalam memberantas korupsi, memperkuat kerja sama internasional, implementasi penguatan kebijakan nasional, serta memperkuat kemitraan publik dan swasta.

Jeanblanc-Risler merasa cukup yakin bahwa negara-negara peserta konferensi tersebut akan dapat berhasil dalam upaya mencapai kemajuan penanganan korupsi. "Kemajuan-kemajuan yang dicapai cukup mengesankan," ucapnya.

Kemajuan yang sudah dicapai oleh G20 dalam hal pemberantasan korupsi, katanya, dapat dilihat di China, Rusia dan Inggris.

Sejak 1 Mei yang lalu, China sudah menerapkan undang-undang anti penyuapan asing, sedangkan Rusia mulai ikut dalam konferensi "Organisation for Economic Co-operation and Development" (OECD), dan Inggris membuat panduan baru undang-undang anti penyuapan.

Dalam bidang kerja sama internasional, G20 juga mulai membuat suatu kesepakatan hukum mengenai perjanjian ekstradisi. "Salah satu komponennya adalah pengembalian aset. Kami sedang membuat daftar nama-nama orang di dunia yang akan menangani pengembalian aset di G20," ujar Jeanblanc-Risler.

Mengenai efektivitas internasional, G20 akan berusaha agar setiap anggota G20 mengimplementasikan undang-undang anti korupsi dan mendorong sektor swasta untuk berpartisipasi.

Swasta juga meningkatkan komitmennya dalam memberantas korupsi, dengan melaporkan kegiatan korupsi dan penyuapan publik kepada Ombudsman di negara masing-masing, tambahnya.

Sementara Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, inti dari pertemuan selama dua hari itu terdiri tiga hal, yaitu melanjutkan pembicaraan pemberantasan korupsi dan suap dalam perusahaan nasional maupun multinasional.

Kedua menjaga etik, baik di lembaga pemerintah maupun swasta dalam hal mencegah korupsi. Kemudian dalam memerangi korupsi diperlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

"Hal itu khususnya pada 'top people'. Diperlukan public partnership sehingga ada hubungan yang erat antara pemerintah dan swasta," ujarnya.

Jasin juga mengatakan bahwa dalam memberantas korupsi harus dilakukan dari dua sisi, yaitu melarang memberi suap dan menerima suap.

Untuk pengembalian aset di negara lain, katanya, Indonesia harus melalui MLA (Mutual Legal Assistance) yang minimal memiliki tiga syarat, yaitu aset yang dibawa koruptor harus betul-betul hasil pidana.

Kedua lebih spesifik, yakni harus dari pidana korupsi dan ketiga pencarian aset di negara tertentu ditetapkan melalui pengadilan.

Konsekuensinya, menurut Jasin, Indonesia harus belajar banyak dalam bidang hukum, terutama bahasa yang menjadi negara tujuan "money laundering". "Kita harus meningkatkan kompetensi dalam menyesuaikan dengan undang-undang negara lain," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement