REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK - Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo mengatakan, perhatian media mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Intelijen masih lemah. Padahal, imbuhnya, penerapannya mempunyai dampak luas terhadap kebebasan pers di Indonesia.
"Sejumlah pasal di dalam RUU Intelijen mempunyai dampak untuk pers, tetapi perhatian media baik di pusat maupun daerah, masih lemah," kata Agus Sudibyo saat lokakarya "Kode Etik Jurnalistik" yang digelar Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) dan Dewan Pers di Pontianak, Rabu (11/5).
Ia khawatir media terlambat dalam menyikapi sejumlah usulan pasal di RUU tersebut yang dapat mengancam pers itu sendiri. "Nanti seperti UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, setelah disahkan baru ramai diributkan," kata dia.
Menurut dia, ada tiga isu utama di RUU Intelijen yang perlu mendapat perhatian serius. Ia mencontohkan wewenang untuk lembaga intelijen memberi tindakan menyadap kepada pihak yang dianggap punya informasi ke teroris maupun kegiatan intelijen lainnya. Ia melanjutkan, penyadapan itu dapat dilakukan tanpa izin dari pengadilan.
Wartawan, kata dia, berada di posisi yang rawan karena setiap hari harus berhubungan dengan pemerintah daerah maupun pihak lain sehingga mudah dianggap mempunyai informasi intelijen.
Selain itu, lembaga intelijen diberi wewenang untuk menangkap siapa saja yang terkait dengan bahaya keamanan negara. "Wartawan adalah profesi yang dapat intens dengan lembaga atau pihak lain yang mungkin saja terkait intelijen," kata Agus Sudibyo.
Sementara pengaturan tentang rahasia negara hingga kini masih belum jelas baik mekanisme, personel dan lainnya. "Bahayanya, wartawan tidak pernah tahu mana informasi yang benar-benar intelijen atau umum. Bisa saja mereka tahu setelah ditangkap," katanya.
Ia menegaskan, ruang lingkup mengenai intelijen di RUU tersebut menjadi sangat umum. "Di negara maju, ada daftar negatif intelijen yang dipatuhi semua pihak," kata Agus Sudibyo yang juga Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers.
Sebagian besar media masih mengandalkan isu seputar RUU Intelijen dari LSM seperti Imparsial. Ia berharap agar RUU Intelijen diperbaiki agar kompatibel dengan kebebasan pers di Indonesia.