REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Sejarawan dari Universitas Indonesia Anhar Gonggong mengatakan, sebagian masyarakat masih dijangkiti oleh pikiraan yang keliru soal kemerdekaan karena beranggapan bahwa setelah Proklomasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka Indonesia sudah jadi dan selesai.
Pada Dialog Budaya yang digelar serangkaian Festival Budaya Sumbawa 2011 di Mataram, Kamis, dia mengatakan, mereka yang berpikiran keliru itu mungkin didorong oleh keinginan untuk segera menjadi penikmat-penikmat kemerdekaan dan tidak lagi mau, bahkan mungkin berhenti menjadi pejuang-pejuang kemerdekaan.
"Dalam pengelihatan saya, pikiran keliru itu sebenarnya menjadi faktor dan penggerogotan nilai budaya bangsa dan akan memperlemah kesadaran nilai kebhinekaan dalam proses mengIndonesia yang memang masih harus dikembangkan secara terus-menerus," kata pengajar Agama dan Nasionalisme di Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI).
Pelemahan itu, menurut Anhar, semakin terbuka jika ternyata negara dinilai belum mampu memenuhi janji kemerdekaan sebagaimana yang seharusnya. "Keindonesiaan kita yang masih harus diperkuat secara berlanjut, apalagi di tengah-tengah kemungkinan terbuka untuk dimasuki intervensi global yang makin terbuka pula," ujarnya Sejarawan yang juga pengajar Sejarah Pergerakan Nasional dan Sejarah Kontemporer Indonesia di Universitas Negeri Jakarta.
Menurut dia, pengetahuan tentang Indonesia yang dibangun oleh nilai-nilai budaya bersama yang bhineka itu selalu memerlukan kesadaran bahwa di hari depan bangsa-negara Indonesia akan tetap berada tegak di tengah-tengah bangsa-negara lainnya.
"Pada sisi inilah kita harus siap menghadapi tantangan yang tidak ringan. Ketidakringanan itu pastilah juga tidak terlepas dari kemungkinan dampak intervensi global itu. Alat-alat komunikasi, seperti TV dan internet sebagai pembawa berita yang super cepat dapat menjadi faktor yang melahirkan persoalan yang tidak kecil di hari depan," ujar Anhar yang juga pengajar di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Selain itu, katanya, perlu dicatat bahwa keadaan alam Indonesia ang masih disebut kaya, walau mungkin masih ada sementara pihak yang meragukan hal itu juga merupakan suatu faktor yang dapat menerima dampak intervensi global "pasti" akan mungkin mengarus kuat.
"Namun saya dapat menyatakan bahwa ke-Indonesiaan kita dengan nilai-nilai budaya yang juga dibangun oleh yang bhineka dalam kebersamaan untuk menciptakan masa depan bersama dalam Indonesia, akan tetap dipertahankan sekuat apapun arus intervensi global yang menerpa," katanya.
Ketika menyampaikan makalah bertajuk Mempertahankan Eksistensi Nilai-nilai Bangsa Dalam menjaga Ke-Bhineka Tunggal Ika-an di Tengah Intervensi Global Anhar mengatakan, " tentu optimisme ini hanya akan dipertahankan jika kita semua tetap percaya pada hari depan kita bersama".
"Pada posisi inilah peran penting dari para budayawan dan sastrawan di daerah-daerah di negeri kita yang sejak ratusan tahun lalu telah memiliki nilainya yang tinggi dan dalam konteks waktu sekarang dengan arus globalisasi dengan segala jenis dampaknya para budayawan dan sastrawan itu melahirkan karya-karya kreatifnya," ujarnya.