Rabu 04 May 2011 19:07 WIB

Alasan Pemerintah Hilangkan Pasal Hukuman Mati di RUU Tipikor

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Menhukham Patrialis Akbar
Foto: ANTARA
Menhukham Patrialis Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah memiliki alasan soal wacana penghapusan pasal hukuman mati dalam Revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor). Pasal hukuman mati tersebut dianggap menghalangi upaya asset recovery atau pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri.

Menurut Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, dalam pasal hukuman mati yang masih ada di dalam UU Tipikor saat ini diangap tidak sejalan dengan undang-undang PBB tentang pemberantasan korupsi (UNCAC). UU Tipikor milik Indonesia harus meratifikasi atau menyesuaikan dengan UNCAC tersebut karena UNCAC merupakan cerminan dari undang-undang yang berlaku di seluruhi dunia.

Patrialis mengatakan, salah satu pasal dalam UNCAC itu mengatur soal asset recovery antar negara. Namun, yang menjadi masalah adalah ada pertentangan antara UNCAC dengan UU Tipikor saat ini. "Salah satunya, mengenai pasal ancaman hukuman mati bagi para koruptor," ujar Patrialis saat menjemput puluhan TKI dari Arab Saudi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (4/5).

Patrialis menjelaskan, Indonesia akan kesulitan meminta kembali hasil korupsi yang dibawa dan disimpan koruptor di luar negeri. Misalnya, di negara Swiss yang diduga banyak hasil korupsi yang disimpan oleh koruptor di sejumlah Bank negara itu. Saat pemerintah Indonesia akan memintanya, pemerintah mereka menolak karena hukum di Indonesia masih memperbolehkan hukuman mati.

"Itu makanya yang dipertimbangkan mengapa UU Tipikor harus direvisi, karena masih ada pasal yang mengatur hukuman mati," ungkapnya.

Meski begitu, Patrialis mengatakan revisi UU Tipikor itu tidak akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Pihaknya justru akan menyempurnakan UU Tipikor itu menjadi lebih baik. "Tentu saja untuk memperbaiki itu, kita akan duduk bersama dengan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk merumuskan dengan sebaik-baiknya," katanya menegaskan.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pasal ancaman  hukuman mati harus tetap dipertahankan dalam UU Tipikor. Karena, hukuman mati dianggap bisa memberikan efek jera kepada para koruptor. Menurut Ketua KPK, Busryo Muqoddas, dalam revisi UU Tipikor, ada pasal-pasal yang harus dipertahankan seperti pasal ancaman hukuman mati.

Karena, jika pasal-pasal tersebut dihilangkan, maka akan membuat masyarakat akan menganggap bahwa korupsi bukan kejahatan yang luar biasa. Dihilangkannya pasal itu juga akan membuat praktik korupsi marak terjadi di kalangan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement