REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) melansir standar kebutuhan ruang kerja bagi anggota DPR jika gedung baru benar-benar dibangun. Menurut perhitungan ICW, berdasarkan Permen PU 45/prt/m/2007 tentang pedoman teknis pembangunan gedung negara, maka DPR hanya membutuhkan 18 lantai.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan pembangunan gedung DPR telah melanggar asas pembangunan gedung negara. Khususnya dimensi penghematan. “Dari sisi anggaran yang dikeluarkan, sangat besar, menghabiskan total anggaran Rp1,2 triliun,” katanya, Rabu (13/4). Ia juga mengatakan dugaan pemborosan dana dari pembangunan ini mencapai 602 miliar.
Menurut ICW, luas ruang kerja seorang anggota DPR sebesar 80 meter persegi. Ini merupakan standar eselon I sesuai dengan Permen PU, yakni ruang kerja (16 m2), ruang tamu (12 m2), ruang rapat (16 m2), ruang staf dengan asumsi lima orang staf (4m2 x 5 = 20 m2), ruang sekretaris dan ruang tunggu (12 m2), ruang simpan/data (4 m2).
Maka, total luas keja untuk sekitar 600 angggota dewan pun mencapai 48.000 m2. Kemudian, ditambah dengan ruang fraksi, pimpinan, pendukung yang diperkirakan mencapai 5.178 m2, maka total kebutuhan ruang gedung baru DPR yakni 79.767 m2.
Sementara untuk biaya, diperkirakan hanya membutuhkan Rp535.675.288.500. Angka ini jauh berbeda dengan pagu anggaran dari DPR yakni Rp1.138.228.000.000. “Dugaan mark up atau pemborosannya mencapai Rp 602 miliar,” katanya.
Ia mengatakan, dugaan mark up biaya pembangunan gedung pun kemungkinan terjadi di gedung pemerintahan lain, yakni gedung pendidikan UNJ (Kemendiknas), gedung kesehatan ibu dan anak (Kemenkes), dan gedung kantor BPK. Dugaan pemborosan dana untuk tiga gedung tersebut sebesar Rp 80,107 miliar.