REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Mas Achmad Santosa mengapresiasi penarikan RUU Tindak Pidana Korupsi oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. RUU Tipikor itu harus dirumuskan kembali oleh tim baru yang dibentuk Patrialis itu.
"Ke depannya Pak Patrialis harus membentuk tim baru yang betul-betul memiliki integritas untuk merumuskan, tidak hanya ahli tapi juga memiliki integritas dan tidak memiliki kepentingan sedikit pun dengan koruptor," kata Mas Achmad Santosa usai acara diskusi di Gedung DPD, Jumat (1/4).
"Setelah bentuk tim yang baru, saya usulkan agar dibuat konsultasi publik yang luas, dan tim itu harus melibatkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," kata Ota, sapaan akrabnya. Menurut dia, KPK itu lembaga independen, tapi tidak ada salahnya ada dalam tim baru tersebut. Kelompok masyarakat sipil pun perlu dilibatkan.
Terkait penyelerasan RUU Tipikor dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC), Ota mengatakan, jangan sampai mentranplantasikan ketentuan yang ada di UNCAC tanpa kontekstual. "Semuanya harus dikontekskan dengan kebutuhan Indonesia, itu kan umum UNCAC, perlu ada kontekstual sesuai dengan urgensi dari Indonesia," katanya.
Ota mencontohkan, Pasal 1 RUU Tipikor itu banyak pasal UNCAC yang diterjemahkan. "Tapi itu hasil terjemahan bebas, jadi lebih baik dikaji ulang dulu sesuai konteks," kata Ota. Sebagai pribadi, Ota berpendapat, di UNCAC itu tidak melarang adanya hukuman mati.
"UNCAC kalau tidak salah tidak melarang (hukuman mati), itu kedaulatan negara, itu hukum negara, kalau saya termasuk orang yang setuju bahwa hukuman mati bisa dijatuhkan koruptor yang sudah sengsarakan negara, itu sebagai bagian efek jera," kata Ota menegaskan.