REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak melakukan pengawasan secara langsung dalam proses pembangunan gedung baru DPR.
KPK hanya melakukan pengawasan dari luar dengan memberikan saran-saran tertentu untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. "Kita tetap mengawasi dalam hal pencegahan, tapi kita melakukannya di luar ring (lingkaran)," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin di kantornya, Rabu (30/3).
Jasin mengatakan, alasan KPK tidak melakukan pengawasan secara langsung karena KPK tidak menguasai teknisnya. Namun begitu, KPK tetap memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan dengan cara lain. Menurutnya, KPK memberikan saran-saran untuk mencegah tindak pidana korupsi dalam proses pembangunan gedung itu.
Diantaranya, dalam pengadaan barang dan jasa, harus dilakukan secara elektronik. Hal tersebut dilakukan supaya masyarakat bisa memantau jalannya proses pengadaan barang dan jasa tersebut. Selain itu, KPK menyarankan kepada seluruh masyarakat dan lembaga penggiat anti korupsi seperti ICW untuk terus melakukan pengawasan dalam proses tersebut.
Sebelumnya, Jasin mengatakan sebelum proyek pembangunan itu dimulai harus ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlebih dahulu. "Idealnya harus ada audit dari BPK terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa serta biaya rancangan gedung yang menghabiskan dana Rp 1,4 miliar itu," ujar Wakil Ketua KPK, M Jasin saat dihubungi Republika, Rabu (16/3).
Menurutnya, dari hasil audit itu nantinya akan diketahui apakah ada dugaan tindak pidana korupsi atau tidak. Setelah itu, baru KPK selaku penegak hukum bisa menindaklanjuti temuan itu. Untuk biaya pembangunan fisik gedung yang akan menghabiskan biaya Rp 1.138 triliun itu, hendaknya proses pengadaan barang dan jasanya menggunakan pengadaan secara elektronik agar transparan dan terukur. Sehingga, masyarakat dapat memantau proses tersebut.