REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia Corruption Wacth (ICW) meminta Kejaksaan Agung tidak main-main dan tertutup dalam penanganan perkara dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum yang menyeret Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibyo. "Boleh saja, kejaksaan melakukan riset dan mereview putusan Romli Atmasasmita yang telah divonis bebas pengadilan. Namun, tersangka kasus Sisminbakum lainnya harus tetap dibawa ke pengadilan agar jelas," kata Koordinator Divisi Hukum ICW Febridiansyah usai bedah novel 86 karya Okky Madasari di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa.
Ia menilai, jika kasus Yusril dan Hartono diberhentikan, dapat dipastikan akan membuka konflik, khususnya mereka yang sudah ditetapkan tersangka dalam perkara yang sama dan sudah mendapat ketetapan hukum tetap. "Saya tak mengetahui apakah tidak jelasnya perkara Sisminbakum ini ada intervensi politik atau tidak. Tapi kasus ini dimensi politiknya tidak bisa dikatakan nol. Kita berharap Kejaksaan Agung tidak terseret kepentingan itu," tegasnya.
Oleh karena itu, ICW mendorong Kejakgung untuk menuntaskan kasus Sisminbakum secara terbuka dan membawanya ke proses pengadilan. Sebelumnya, Sejumlah anggota Komisi III DPR meminta Jaksa Agung segera memberi kepastian hukum dalam kasus sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum) dan jika perlu mengeluarkan surat penetapan penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut.
Saat rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung di Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/3), anggota Fraksi Partai Demokrat Edi Ramli Sitanggang mengatakan bahwa fraksinya kembali mengingatkan agar kasus ini tidak berlarut-larut terus tanpa kepastian hukum yang bisa merusak citra Kejagung. "Kasus sisminbakum ini berputar-putar seperti gasing. Kalau tidak memungkinkan sebaiknya SP3 saja karena SP3 juga bagian dari proses hukum. Jadi bukan malapetaka. Jangan ada rumor Kejagung tidak profesional dalam menjalankan tugas," kata Edi.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III lainnya, Syarifudin Sudding, yang meminta agar dalam kasus Sisminbakum itu segera ada kepastian hukum. "Kejagung seharusnya memberikan kepastian hukum. Saya mempertanyakan pandangan jaksa agung atas putusan bebas kasus Romli terkait dengan kasus Yusril. Karena kasus Yusril satu kesatuan dengan kasus Romli. Kejagung diminta beri kepastian hukum," ujar politisi dari Faksi Partai Hanura itu.
Bahkan, Ahmad Yani, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP mengingatkan agar Kejaksaan Agung jangan merusak sistem hukum yang ada semisal dalam beberapa kasus Peninjauan Kembali (PK) justru pihak Kejakgung yang mengajukannya. Padahal instrumen Peninjauan Kembali dalam KUHAP merupakan hak mutlak terpidana atau ahli waris.
"Dalam konteks kasus sisminbakum ini sudah ada putusan Romli bebas. Saya berharap Kejagung tidak menggunakan PK karena itu merusak sistem hukum kita. Kecuali kita ubah dulu UU KUHAP. Kalau sudah begini silahkan gelar perkara lagi," katanya. "Kalau sudah ada putusan MA meskipun kita tidak menganut asas yurisprudensi, ini bisa jadi acuan. Agar sisminbakum ini tidak dikriminalisasi lagi, kita stop kriminalisasi hukum," tuturnya.