Selasa 08 Mar 2011 13:44 WIB

Fraksi PDIP Tolak Pembatasan BBM Subsidi

Pembatasan BBM bersubsidi (ilustrasi)
Pembatasan BBM bersubsidi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Fraksi PDI Perjuangan menolak kebijakan pemerintah melakukan pembatasan BBM bersubsidi. Karena berdasarkan hasil penelitian badan litbang partai itu, BBM bersubsidi justru dinikmati oleh lapisan masyarakat menengah ke bawah.

Ketua Poksi Komisi VII FPDIP DPR, Effendi Simbolon, menyatakan pihaknya telah melakukan survei independen tentang rencana pemerintah melakukan pembatasan BBM bersubsidi di kawasan Jabodetabek beberapa waktu lalu.

"Dari hasil survei itu, kami jumpai fakta bahwa sebagian besar pengkonsumsi BBM bersubsidi itu justru lapisan masyarakat menengah ke bawah,'' katanya saat jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa. ''Semua data hasil penelitian itu akan kita sampaikan langsung kepada pemerintah, termasuk presiden,"

Simbolon, yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR, menjelaskan bahwa survei yang mengkaji rencana pembatasan BBM bersubsidi itu dilakukan berdasarkan tiga asumsi. Yakni upaya membatasi BBM bersubsidi telah melanggar konstitusi dan kepentingan nasional; kebijakan itu sangat prematur; serta akan berdampak negatif pada perekonomian Indonesia mengingat sebagian besar BBM bersubsidi itu dinikmati oleh masyarakat kelompok menengah ke bawah.

Selain itu, menurut FPDIP, masih ada banyak alternatif kebijakan yang lebih adil ketimbang melakukan pembatasan BBM bersubsidi. Berbagai alternatif yang diabaikan pemerintah tersebut di antaranya adalah belum dilakukannya perbaikan formula pembebanan subsidi BBM dan bagi hasil minyak, melakukan reformasi tata niaga migas, menaikkan pajak kendaraan bermotor serta menerapkan modal PSC untuk meningkatkan bagian minyak pemerintah.

Lebih lanjut, Simbolon mengatakan bahwa makna pembatasan BBM bersubsidi itu adalah premium akan segera ditarik dari pasaran. Selanjutnya, masyarakat dipaksa untuk mengkonsumsi pertamax atau BBM non-subsidi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement