REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Sejumlah bus dari Perusahaan Otobus "Kawan Kita" di Kediri, Jawa Timur terpaksa tidak beroperasi, akibat adanya pembatasan bahan bakar minyak (BBM), khususnya jenis solar bersubsidi.
Nanik, salah seorang karyawan otobus, Rabu mengatakan, para sopir tidak bisa bekerja seperti biasanya. Kendaraan mereka ditempatkan di garasi, sebab kesulitan mencari bahan bakar.
"Biasanya, mereka antre bahan bakar setelah pulang kerja, sehingga bisa jalan keesokan harinya. Namun, sejak kemarin (Selasa, 26/8), mulai kesulitan, sehingga memilih tidak jalan dulu," ungkapnya, ditemui di kantor, Kecamatan Pesantren, Kediri.
Ia mengatakan, di PO Kawan Kita, Kediri ada 84 kendaraan dengan trayek pendek, yaitu Kediri - Nganjuk dan Kediri - Blitar. Dari jumlah itu, awalnya hanya 40 bus yang masih beroperasi, tapi karena bahan bakar semakin sulit, akhirnya saat ini yang bisa operasi hanya 25 bus saja.
Pihaknya mengatakan, dampak pembatasan bahan bakar itu sangat terasa, sebab seluruh armada bus menggunakan bahan bakar solar. Jika bahan bakar itu sendiri juga sulit didapat, dipastikan akan mengganggu yang lainnya, di antaranya pendapatan para sopir yang berkurang.
Menurut dia, pemerintah harus memberikan ketegasan terkait dengan bahan bakar. Pihaknya mengaku, sebenarnya tidak masalah jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi, asalkan bahan bakar juga mudah didapat. "Kami harapannya bahan bakar bisa normal seperti biasa. Sebenarnya, kenaikan harga tidak masalah, tapi tarif juga naik," ujarnya.
Sementara itu, di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU), BBM bersubsidi baik solar ataupun premium masih kosong. Salah satunya di SPBU Jalan Joyoboyo, Kota Kediri. Di tempat ini, solar kosong sejak Selasa (26/8), dan belum diisi sampai sekarang.
Kelangkaan bukan hanya terjadi di Kediri, tapi merata di sejumlah daerah seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan keputusan pemerintah yang memang mengurangi kuota bahan bakar bersubsidi, yang awalnya dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 48 juta kilo liter (KL) menjadi 46 juta KL dalam APBN-P 2014.
Pemerintah juga tidak akan berencana menambah kuota BBM bersubsidi, walaupun saat ini dilakukan pengendalian dan pembatasan konsumsi BBM subsidi.