Kamis 03 Mar 2011 13:54 WIB

LSI: SBY Harus Berhitung Matang

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhono harus memperhitungkan matang-matang bila akan memecah koalisi.

"Presiden SBY harus memperhitungkan secara matang bila akan mengeluarkan Partai Golkar dan PKS dari koalisi. Seharusnya, permasalahan koalisi dibicarakan terlebih dahulu dengan anggota koalisi sebelum Presiden SBY memberikan pidatonya," kata Burhanuddin menanggapi pidato Presiden SBY soal perombakan kabinet koalisi di Jakarta, Kamis (3/3).

Burhanuddin mengatakan ketidakjelasan pidato Presiden SBY tentang parpol mana yang akan dikeluarkan dari koalisi dan kapan dilakukan itu akan menimbulkan 'drama-drama' baru. Ada partai koalisi lainnya yang mewacanakan soal reshuffle.

Bila Partai Golkar dan PKS dikeluarkan dari koalisi, maka Presiden SBY harus bisa memastikan adanya koalisi baru dengan masuknya Gerindra. "Jika PG dan PKS dikeluarkan dan masuk Gerindra, maka posisi koalisi kekuatannya menjadi 51 persen saja,'' katanya. ''Ini terlalu riskan untuk mempertahankan pemerintahan."

Jika pilihannya adalah mengeluarkan PG dan PKS, maka kemungkinan juga memasukan PDI-P dalam koalisi baru. "Tapi, apakah bisa dipastikan PDI-P masuk ke koalisi. Karena, kemungkinan tersebut sulit dilakukan bila Megawati tidak menyetujuinya. Sepertinya Partai Demokrat sudah 'patah arang' untuk mengajak PDIP berkoalisi," katanya.

Pilihan lainnya hanya mengeluarkan PKS saja atau PG saja. "Namun, kalau PG yang dikeluarkan, kekuatan koalisi hanya 64 persen (dengan Gerindra). Tapi kalau PKS yang dikeluarkan, kekuatan koalisi 69 persen (dengan Gerindra)," kata Burhanudin.

Jika PG yang dikeluarkan, maka itu akan berat karena nilai tawarnya sangat tinggi. Namun, jika PKS yang dibuang, hal tersebut justru akan menjadi amunisi untuk mensolidkan PKS. "Jika pilihannya adalah membuang PKS, maka kekuatan koalisi hanya 56 persen. Tetapi, kekuatan oposisi akan meningkat. Terlebih kader PKS kritis untuk mengkritik pemerintah," tuturnya.

Apalagi, kata Burhanuddin, PKS merupakan partai pertama yang mendukung pemerintahan SBY-Boediono. Sementara Partai Golkar berada di urutan terakhir. Presiden SBY, tambah dia, memiliki pilihan yang sulit untuk mengambil keputusan tentang pecah atau tidaknya koalisi.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement