Selasa 05 Oct 2010 05:54 WIB

Parpol Koalisi Berkepentingan Terhadap Calon Kapolri

Kapolri
Kapolri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat politik dari Charta Politika, Dr Yunarto Wijaya mengatakan, partai-partai politik koalisi pendukung pemerintah saat ini berkepentingan terhadap calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia. "Parpol yang berkepentingan ini membuat pemilihan Kapolri lebih rumit dibandingkan dengan Panglima TNI, padahal sama-sama hal itu merupakan hak prerogatif presiden," katanya di Jakarta, Senin (4/10).

Menurut dia, rumitnya pemilihan Kapolri tersebut karena terjadinya perbedaan dalam koalisi partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam sekretariat gabungan (setgab). "Masing-masing partai politik memiliki jagonya sendiri, sebab mereka berkepentingan terhadap penegakan hukum. Bila kita lihat, banyak partai politik yang terlibat dengan masalah hukum dan ini yang kemudian menjadi pertimbangan mereka," tuturnya.

Ia mengatakan, pada pemilihan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, sekretariat gabungan koalisi partai-partai pendukung pemerintah satu suara. Hal ini, menurut dia, membuat pemilihan Panglima TNI tidak banyak kontroversi dan lancar. Ia juga mengatakan, berbagai kejadian di lembaga kepolisisan saat ini mendukung berbagai analisis pertarungan kepentingan dalam penentuan Kapolri.

"Kita bisa lihat bagaimana mulanya Imam Sudjarwo dinaikan pangkatnya menjadi Komisaris Jenderal Polisi dan kini muncul juga penaikan pangkat terhadap Timur Pradopo," tuturnya.

Inspektur Jenderal Polisi Timur Pradopo yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dilantik menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri (Kabaharkam) dalam acara serah terima jabatan di Mabes Polri Jakarta, Senin ini. Dengan pelantikan tersebut, Timur Pradopo dinaikkan pangkatnya menjadi Komisaris Jenderal atau jenderal bintang tiga.

"Ini menunjukkan kepentingan politik belakang layar yang begitu kuat. Presiden tidak bisa dengan mudah memanfaatkan hak prerogatif yang dimilikinya," imbuhnya.

Ia juga mengatakan, Presiden akan kesulitan dalam menentukan aparat penegak hukum lainnya, yaitu Jaksa Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya yakin, sulit bagi Presiden untuk dapat dengan mudah menggunakan hak prerogatifnya dalam memilih aparat penegak hukum karena disandera kepentingan partai politik," tandas Yunarto.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement