Rabu 10 May 2023 20:24 WIB

Dukung RUU Perampasan Aset, Eks Kabareskrim: Bisa Bantu Kembalikan Kerugian Negara

RUU Perampasan Aset buka peluang upaya paksa negara mengambil aset pelaku kejahatan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr Ito Sumardi mendukung RUU Perampasan Aset. (ilustrasi)
Mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr Ito Sumardi mendukung RUU Perampasan Aset. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kabareskrim Polri Komjen Polisi Ito Sumardi mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang tengah digodok Pemerintah dan DPR. Ito meyakini aturan tersebut dapat membantu mengembalikan kerugian negara. 

Pernyataan itu diutarakan oleh Ito saat mengikuti webinar yang diselenggarakan Ikal Strategic Center pada Rabu (10/5/2023). Ito menjabat pengurus dalam organisasi think-tank tersebut. 

Baca Juga

"Sebagai masyarakat, saya berharap RUU ini dapat disahkan. Karena dapat membantu pengembalian kerugian negara dari hasil korupsi, pencucian uang, narkotika," kata Ito dalam kegiatan itu. 

RUU Perampasan Aset membuka peluang upaya paksa negara mengambil aset tindak pidana tanpa penghukuman kepada pelaku. Nantinya aset hasil kejahatan dirampas untuk didaftarkan sebagai aset negara baik yang berasal dari perorangan atau korporasi. Adapun, keputusan perampasan aset harus ditetapkan oleh pengadilan. 

"Diharapkan membuat pengusutan harta yang diperoleh secara tidak wajar dalam prosesnya tidak berbelit-belit," ujar pria asal Jawa Barat tersebut. 

Ito menyinggung harta tidak wajar merupakan aset yang tidak seimbang dengan sumber penghasilan dan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah.

"Ini diduga terkait dengan tindak pidana, inilah aset yang dapat dirampas oleh Negara," lanjut mantan Dubes Indonesia untuk Myanmar itu. 

Selain itu, Ito mengamati RUU Perampasan Aset urgen disahkan karena beberapa faktor. Pertama, sistem dan mekanisme yang ada saat ini terkait perampasan aset tindak pidana belum mendukung upaya penegakkan hukum berkeadilan. Kedua, pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai aset yang dirampas akan mendorong hukum yang transparan, profesional dan akuntabel. 

"Ini sebagai detterent effect (efek jera) agar tidak akan terjadi kembali di masa yang akan datang," ucap Ito. 

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat presiden (surpres) beserta draf RUU Perampasan Aset ke DPR pada Kamis (4/5/2023). Rancangan peraturan itu nantinya untuk segera dibahas dalam sidang lanjutan di DPR yang mulai digelar pada Selasa (16/5).

RUU Perampasan Aset yang bakal dibahas pemerintah bersama DPR terdiri dari 7 Bab dan 68 Pasal. Pembahasan RUU itu bakal melibatkan 7 kementerian dan lembaga yaitu Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Kejaksaan Agung, Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement