REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepolisian Republik Indonesia bertekad mengungkap kasus penganiayaan yang menimpa aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satya Langkun (25).
"Kami harapkan untuk mempercayai Polri untuk mengungkap kasus ini secara profesional," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Pori, Irjen Pol. Edward Aritonang, di Jakarta, Jumat.
Selain itu, Edward juga minta agar peristiwa penganiayaan Tama tidak dihubung-hubungkan dengan peristiwa lain, sebelum punya fakta sebagai bukti atas masalah itu. "Polri tidak menampik berbagai kemungkinan itu, ada yang menyatakan terkait dengan pekerjaan di antaranya meneliti rekening-rekening Polri, tapi itu bukan satu-satunya yang dikerjakan ada juga yang lain," katanya.
Kadiv Humas mengatakan Polri sudah meminta keterangan dari yang bersangkutan. Namun, tidak menutup kemungkinan pelaku itu adalah oknum polisi. "Kami tidak menampik kemungkinan itu, tapi bisa saja saya sampaikan bahwa secara institusi Polri tidak terkait pada masalah itu," kata Edward.
Polri tidak pernah memikirkan perbuatan keji seperti itu secara institusi dan bisa memberikan jaminan, katanya. "Kami minta untuk mempercayai kami untuk bisa mengungkap kasus-kasus itu dan informasi yang ada tolong berikan dan pasti ditindaklanjuti," kata Edward, menambahkan.
Polri menyadari bahwa demokrasi di Indonesia adalah hal yang tidak bisa mundur dan akan bersama-sama mengawal demokrasi ke depan, katanya.
Saat ini kepolisian telah memeriksa tiga orang saksi dan dalam perlindungan.
Tama menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh empat orang tidak dikenal di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis dini hari.
Tama saat ini masih dirawat di lantai dua Rumah Sakit (RS) Asri Jalan Duren Tiga karena terluka di tiga tempat pada bagian kepala, dan harus dijahit sebanyak 29 jahitan.
Selain luka di kepala, ada juga luka memar di leher, tangan kanan, dan beberapa bagian tubuh lainnya. Sementara luka lainnya adalah luka akibat terjatuh dari sepeda motor yang dikendarai dan ditabrak pelaku.
Tama adalah aktivis ICW yang melaporkan adanya rekening gendut milik beberapa perwira polisi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).