Jumat 04 Jun 2010 05:31 WIB

MK Tolak Permohonan Lily Wahid

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tidak menerima permohonan uji materi UU Kementerian Negara yang diajukan anggota DPR Lily Wahid sehingga menteri masih bisa merangkap jabatan sebagai ketua partai politik.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Moh Mahfud MD, dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis.

Menurut Mahkamah, Lily Wahid tidak memiliki kedudukan hukum ("legal standing") karena tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 ayat 2 UU MK yang intinya menyatakan bahwa pemohon wajib menguraikan dengan jelas kerugian konstitusional akibat berlakunya UU tersebut.

Mahkamah berpandangan bahwa tidak ditemukan adanya diskriminasi terhadap Lily Wahid ketika proses UU tersebut dibentuk dan diberlakukan. Selain itu, sebagai anggota DPR, Lily Wahid memiliki hak-hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 20 A dan Pasal 21 UUD 1945 yang tidak dimiliki oleh warga negara lainnya.

Hak-hak setiap anggota DPR yang dijamin konstitusi adalah hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, hak imunitas, dan hak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Sementara itu, dua hakim konstitusi yaitu Harjono dan Hamdan Zoelva memutuskan "concurring opinion" yaitu hasil putusan sama tetapi dengan alasan yang berbeda. Menurut kedua hakim tersebut, anggota DPR tetap berhak mengajukan uji materi antara lain sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap rakyat.

Namun, baik Harjono maupun Hamdan menganggap bahwa isi gugatan uji materi tersebut kabur ("obscure libel") dan tidak terdapat kerugian hak konstitusional yang dialami Lily Wahid.

Sebelumnya, Lily, yang merupakan adik mantan Presiden Abdurrahman Wahid, mengajukan uji materi tersebut antara lain karena tidak setuju dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar yang masih memegang jabatan sebagai Ketua Umum PKB setelah diangkat sebagai menteri.

Pasal yang diujimaterikan adalah Pasal 23 UU No 29/2008 yang menyatakan bahwa "Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD".

Menurut Lily, menteri yang merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol inkonstitusional dan tidak sesuai dengan UUD 1945 yaitu Pasal 27, serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3).

Pasal 27 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 antara lain adalah mengenai persamaan kedudukan di hadapan hukum. Sedangkan Pasal 28D ayat (3) berbunyi, "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".

Ditemui seusai persidangan, Lily mengaku kecewa terhadap putusan yang menganggap dirinya tidak menderita kerugian konstitusional. "Saya kecewa dan merasa aneh karena dianggap tidak memenuhi 'legal standing' (kedudukan hukum)," katanya.

Menurut Lily, putusan tersebut dinilai merugikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) karena menjadi terbengkalai dan kurang diperhatikan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement