REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai desakan menguji materi Pasal 10 Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang dinilai tidak memberikan proteksi kepada peniup peluit (Whistle Blower) kasus-kasus korupsi bakal kurang efektif. Justru titik masalahnya pada resistensi Polri.
Hal tersebut dilontarkan Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah. Ia menanggapi sikap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang berharap tahun ini revisi UU itu segera terlaksana karena sangat mendesak. "Meskipun UU tersebut kurang lengkap, masalah terhambatnya perlindungan LPSK terhadap Susno sebenarnya disebabkan resistensi Polri,"jelas Febri,Rabu (2/6).
Menurutnya,justru publik harus mengkritik keras Polri karena menolak kewenangan LPSK untuk melindungi whistle blower yang sama artinya Polri melanggar UU.
Febri melihat ini sebagai pelanggaran serius. Pasalnya,imbuh Febri, sudah sepantasnya semua institusi negara patuh pada Undang-Undang. Ia menyarankan jika LPSK ingin mempersoalkan Polri, persoalan ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
"Tapi bukan judicial review, gunakan mekanisme SKLN (Sengketa Kewenangan Lembaga Negara),"jelasnya. Selanjutnya,Febri meminta pula Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono perlu menegur Kapolri karena menolak keputusan sah LPSK.
Hal senada diungkapkan pengacara Susno Duadji,Henry Yosodiningrat. Ia menilai,sikap Polri tadi merupakan bentuk ketidakpercayaan pada LPSK. "Kalau Polri menolak, berarti tak mau Susno nyaman. Mereka tak percaya LPSK,"ujarnya. Sehingga fungsi LPSK untuk melindungi saksi kasus seperti diabaikan.