Di tengah sengketa tarif, perang di Ukraina, dan masalah lingkungan, Eropa sedang mencari arah baru untuk strategi ekonominya. Pertanyaan kuncinya adalah, peran apa yang seharusnya dimainkan oleh produksi ramah lingkungan, pertanian, serta perlindungan sumber daya alam, di masa depan.
Melalui Perjanjian Hijau 2019, Uni Eropa telah berupaya menjadikan industri-industrinya lebih efisien dan netral karbon pada tahun 2050.
Namun, rencana ini menghadapi kritik dan tekanan yang semakin meningkat. Terutama dari kelompok konservatif di Parlemen Eropa, yang berusaha memperoleh mayoritas dengan bantuan partai-partai sayap kanan.
Beberapa resolusi saat ini dilemahkan, sementara implementasi beberapa langkah ditunda atau bahkan dibatalkan sepenuhnya.
Pelemahan kewajiban pelaporan bagi perusahaan
Dua instrumen utama Perjanjian Hijau adalah Undang-Undang Rantai Pasokan UE dan kewajiban perusahaan untuk melaporkan dampak sosial dan lingkungan mereka sendiri. Tujuannya adalah untuk memastikan keterbandingan dan membuat tanggung jawab menjadi transparan.
Hingga kini, sekitar 50.000 perusahaan Uni Eropa dengan jumlah karyawan setidaknya 250 orang wajib menyusun laporan tersebut setiap tahun. Namun karena banyak perusahaan mengeluhkan aturan itu terlalu birokratis dan menyita banyak sumber daya, perusahaan kecil dan menengah tidak lagi diwajibkan membuat laporan tersebut.
Aturan ini kini akan berlaku eksklusif untuk korporasi besar dengan omzet ratusan juta euro.
Kritikus mengatakan bahwa pengurangan kewajiban pelaporan berarti kurangnya transparansi, baik bagi publik maupun bagi investor yang mendukung praktik berkelanjutan dan ingin menghindari model bisnis yang merusak lingkungan atau tidak etis.
Bank Sentral Eropa (ECB) telah memperingatkan sebelumnya bahwa penghentian laporan ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan regulasi.
Dalam surat kepada Komisi Eropa, ECB menekankan bahwa perubahan iklim memiliki "dampak mendalam pada stabilitas harga” dan memerlukan basis data yang cukup kuat untuk mengelola risiko keuangan.
Menurut ECB, basis data ini akan terancam jika jumlah perusahaan yang wajib melaporkan dikurangi hingga 80%, seperti yang direncanakan dalam paket tersebut.
Pengawasan rantai pasokan yang makin longgar
Penerapan paket yang disebut Simplification Package juga melemahkan aturan dalam Undang-Undang Rantai Pasokan.
Aturan ini sebelumnya mencakup ribuan perusahaan besar di sektor berisiko tinggi seperti tekstil, perikanan, dan pertambangan yang memproduksi untuk pasar Uni Eropa.
Perusahaan di sepanjang rantai pasokan diwajibkan mengidentifikasi, membatasi, dan menghentikan pelanggaran hak asasi manusia maupun kerusakan lingkungan. Namun, kewajiban tersebut kini dilemahkan secara signifikan.
Aturan baru hanya berlaku untuk perusahaan multinasional dengan lebih dari 5.000 karyawan dan omzet minimal 1,5 miliar euro (1,7 miliar dollar AS).
Selain itu, korban pelanggaran lingkungan dan HAM di sepanjang rantai pasokan tidak lagi memiliki hak untuk menggugat. Perusahaan juga tidak lagi diwajibkan menyusun strategi iklim mereka sendiri seperti yang sebelumnya direncanakan.
Produk bebas deforestasi? Sepertinya belum..
Ke-27 negara anggota Uni Eropa sebelumnya telah menyepakati aturan untuk melindungi hutan. Produk seperti teh, kopi, kedelai, dan daging sapi hanya boleh dijual di UE jika dapat dipastikan tidak terkait dengan deforestasi.
Kebijakan ini bertujuan mendorong perusahaan bertindak lebih bertanggung jawab dalam melindungi hutan, terutama di negara-negara dengan aktivitas pertanian intensif seperti Brasil dan Indonesia.
Namun, penerapan aturan baru tersebut ditunda hingga akhir 2026. Selain itu, jumlah perusahaan yang diwajibkan membuktikan bahwa produk mereka benar-benar bebas dari deforestasi kini jauh berkurang.
Sebagai gambaran, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB memperkirakan sekitar 420 juta hektar hutan yang luasnya lebih besar dari seluruh wilayah UE, telah ditebang antara 1990 dan 2020.
Konsumsi UE menyumbang sekitar 10% dari deforestasi global, dengan minyak sawit dan kedelai menyumbang lebih dari dua pertiga dari total tersebut. Hutan berperan penting dalam menyimpan karbon dan menjaga keanekaragaman hayati.
Pelemahan regulasi lingkungan demi pertanian
Sekitar sepertiga anggaran keseluruhan UE dialokasikan untuk sektor pertanian, terutama lewat subsidi. Namun, aturan UE yang mendorong produksi pangan lebih berkelanjutan sejak lama dianggap memberatkan para petani besar.
Belakangan, tekanan politik membuat banyak aturan itu dilonggarkan. Pada 2023 dan 2024, protes petani terhadap aturan penggunaan pestisida yang lebih ketat berujung pada pembatalan penerapan aturan tersebut.
Undang-Undang Konservasi Alam yang seharusnya melindungi lahan gambut juga dilemahkan secara signifikan, padahal sebelumnya peternakan diwajibkan ikut mendukung upaya ini.
Dalam berbagai proposal untuk menyederhanakan birokrasi sektor pertanian, fokus utamanya justru pada pelonggaran aturan lingkungan. Misalnya, inspeksi standar lingkungan dibatasi maksimal sekali setahun.
Secara keseluruhan, lebih banyak bentang alam di Eropa kini dapat dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dibanding rencana awal. Di saat yang sama, petani kecil dengan lahan hingga 10 hektar tetap bisa mengakses subsidi tanpa harus memenuhi standar lingkungan tertentu.
Strategi keberlanjutan sektor pertanian sebenarnya harus disesuaikan dengan aturan lingkungan terbaru. Namun, penyesuaian itu kini tidak lagi wajib, yang berarti sektor pertanian UE akan berkontribusi lebih sedikit pada perlindungan lingkungan, meski punya peran besar dalam pemicu perubahan iklim.
Batas waktu pelarangan mobil bermesin pembakaran ditunda
Keputusan UE untuk menghentikan penjualan mobil bermesin pembakaran mulai 2035 kini terancam dibatalkan sebelum sempat berlaku.
Pemerintah Jerman sudah menyatakan penolakan keras terhadap batas waktu tersebut, dan industri otomotif negara itu sejak awal memang menentang kebijakan ini.
Kini UE secara resmi memutuskan untuk meninjau kembali rencana penghentian mesin pembakaran, sehingga waktu penerapan larangan ini menjadi tidak jelas.
Dalam jangka pendek, keputusan ini bisa menguntungkan industri otomotif Eropa yang masih sangat bergantung pada mesin pembakaran.
Namun, dengan tren kendaraan listrik yang diprediksi akan terus berlanjut, para ahli melihat peluang jangka panjang yang lebih baik bagi produsen mobil yang menawarkan kendaraan listrik.
Komitmen iklim eropa yang lebih rendah
Target iklim Eropa kembali diturunkan. Untuk mencegah krisis iklim yang lebih parah, Dewan Penasihat Ilmiah UE sebelumnya merekomendasikan pengurangan emisi sebesar 90–95% pada 2040.
Bulan lalu, UE menyetujui target baru termasuk pengurangan emisi karbon sebesar 90%. Namun target ini datang dengan syarat, sebagian pemotongan emisi boleh dicapai lewat proyek-proyek di luar negeri yang didanai UE.
Artinya, UE sebenarnya hanya perlu memangkas emisi domestik hingga 85%, sementara sisa 5% bisa "dibeli” melalui proyek seperti reboisasi di negara lain.
Target tersebut juga masih bisa diubah apabila dianggap sulit diterapkan. Pada saat yang sama, negara anggota memutuskan untuk menunda penerapan penetapan harga karbon di sektor bangunan dan transportasi (ETS 2) dari 2027 menjadi 2028.