REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pelaksanaan tahap kedua perjanjian gencatan senjata tahap kedua diumumkan Presiden AS Donald Trump terlepas dari pelanggaran yang masih dilakukan Israel. Trump juga mengancam akan melucuti Hamas secara paksa dengan kekerasan.
Trump mengatakan Hamas meyakinkan mediator AS bahwa mereka akan melucuti senjatanya. “Jika mereka tidak melucuti senjatanya, kami akan melucuti senjata mereka, dan hal itu akan terjadi dengan cepat dan mungkin dengan kekerasan,” kata Trump pada konferensi pers di Gedung Putih.
"Saya berbicara dengan Hamas dan saya berkata, 'Anda akan melucuti senjata, bukan?' 'Ya Pak, kami akan melucuti senjata,' itulah yang mereka katakan kepada saya. Mereka akan melucuti senjatanya atau kami yang akan melucuti senjata mereka."
Dilansir Aljazirah, Israel menuntut agar Gaza didemiliterisasi dan Hamas menyerahkan senjatanya. Namun, para pemimpin kelompok tersebut bersikap ambigu mengenai masalah ini. Ketiadaan senjata di tangan kelompok perlawanan dikhawatirkan membuat Israel kian semena-mena menyerang wilayah Palestina seperti di Tepi Barat.
Meskipun menekankan bahwa kelompok tersebut harus dilucuti, Presiden AS mengatakan dia tidak keberatan dengan tindakan keras Hamas terhadap anggota geng di Gaza. Ini terkait laporan bahwa Hamas bentrok dengan geng yang dituduh bekerja sama dengan Israel di seluruh Gaza setelah gencatan senjata.

“Mereka berhasil membasmi beberapa geng yang merupakan geng yang sangat, sangat, sangat jahat,” kata Trump kepada wartawan. "Dan mereka berhasil menghabisi mereka, dan membunuh sejumlah anggota geng. Dan sejujurnya, hal itu tidak terlalu mengganggu saya. Tidak apa-apa."
Aaron David Miller – seorang diplomat veteran AS yang menjabat sebagai penasihat senior dalam negosiasi Arab-Israel – bereaksi terhadap ancaman Trump untuk melucuti senjata Hamas.
Miller, yang kini menjadi analis di Carnegie Endowment, mengutarakan pandangan luas di kalangan pakar keamanan bahwa melucuti senjata atau membasmi kelompok bersenjata tersebut dari Gaza secara paksa adalah hal yang tidak realistis.
"Israel menghabiskan dua tahun dalam operasi tempur intensif dan tidak berhasil mencapainya. Ancaman Trump tidak berarti apa-apa. Apa yang akan dia lakukan – mengerahkan 50.000 tentara AS untuk menduduki Gaza dan membersihkan, mempertahankan, membangun?"
Pekan lalu, tokoh senior Hamas Mousa Abu Marzouk mengatakan kepada outlet AS Drop Site News bahwa mereka yang menuntut perlucutan senjata kelompok tersebut perlu “menurunkan harapan mereka dalam hal ini”.
Abu Marzouk menambahkan perjanjian perdamaian yang solid di mana Hamas berjanji untuk tidak menggunakan senjatanya akan lebih efektif daripada upaya pelucutan senjata secara langsung. Hamas sebelumnya mengatakan pelucutan senjata adalah “garis merah” yang tak boleh dilanggar. Menjelang gencatan senjata, Hamas mengatakan akan meletakkan senjatanya jika tuntutan utamanya untuk merdekanya negara Palestina terpenuhi.
Namun, Hugh Lovatt, pakar Israel-Palestina di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, mengatakan kepada Aljazirah bahwa meskipun Hamas telah mengambil sikap publik yang kuat mengenai masalah ini, namun secara pribadi Hamas lebih bersedia untuk terlibat.
“Dalam hal perlucutan senjata, di sinilah Anda melihat perubahan terbesar dalam posisi Hamas,” kata Lovatt. “[Pejabat Hamas] telah mengatakan kepada lawan bicaranya secara pribadi bahwa kelompok tersebut mungkin terbuka terhadap proses pelucutan senjata ofensifnya.”
Artinya, Hamas kemungkinan menyerahkan rudal-rudalnya namun tetap bertahan memiliki senjata api dan roket antitank guna melawan potensi agresi Israel.