REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Seorang ilmuwan Palestina yang tumbuh di kamp pengungsi di Yordania dianugerahi hadiah Nobel bidang kimia tahun ini. Karyanya bersama dua rekanan mengembangkan bentuk baru arsitektur molekuler yang berpotensi membatasi dampak perubahan iklim.
Omar Yaghi dianugerahi hadiah tersebut bersama Susumu Kitagawa dan Richard Robson. Robson (88 tahun), berafiliasi dengan Universitas Melbourne di Australia. Kitagawa (74) bekerja di Universitas Kyoto Jepang, dan Yaghi (60) bekerja di Universitas California, Berkeley.
Mereka diganjar penghargaan Nobel untuk "pengembangan kerangka logam-organik" (MFO) - konstruksi antar molekul yang dapat digunakan untuk menangkap dan menyimpan atau memecah gas dan bahan kimia berbahaya. Akademi Nobel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa MFO dapat digunakan untuk "memanen air dari udara gurun, menangkap karbon dioksida, menyimpan gas beracun atau mengkatalisis reaksi kimia". Mereka menambahkan bahwa penemuan tersebut "dapat berkontribusi untuk memecahkan beberapa tantangan terbesar umat manusia".
Middle East Eye melansir, setelah berita tersebut, Yaghi mengatakan dalam wawancara telepon dengan Adam Smith, kepala petugas ilmiah untuk Penjangkauan Hadiah Nobel, bahwa "dia tercengang, gembira, dan kehabisan kata-kata".
Smith mencatat bahwa Yaghi mungkin adalah peraih Nobel pertama yang lahir di Yordania. Yaghi lahir dan besar di kamp pengungsi Palestina di Amman, ibu kota Yordania, sebelum pindah ke AS saat ia berusia 15 tahun. Ia kini berkewarganegaraan Saudi.
“Saya tumbuh di rumah yang sangat sederhana,” kenang Yaghi. Ia menuturkan, tumbuh bersama belasan orang di satu ruangan kecil, berbagi ruangan dengan ternak yang biasa mereka pelihara. “Saya lahir di keluarga pengungsi dan orang tua saya hampir tidak bisa membaca atau menulis,” ujarnya.

“Orang-orang pintar, orang-orang berbakat, orang-orang terampil ada di mana-mana. Oleh karena itu, kita harus benar-benar fokus untuk mengeluarkan potensi mereka,” ia menambahkan.