Sabtu 27 Sep 2025 06:21 WIB

Disinggung Serapan Anggaran yang Masih Rendah, BGN: Kalau Kami Percepat Malah Banyak yang Sakit  

BGN juga berencana meminta tambahan anggaran ke Menkeu.

Rep: Bayu Adji/ Red: Muhammad Hafil
Siswa korban keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di Posko Penanganan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/9/2025). Berdasarkan data dari posko penanganan hingga Selasa (23/9) pukul 07.00 WIB sebanyak 352 siswa dan orang tua mengalami keracunan yang diduga akibat menyantap hidangan makan bergizi gratis pada (22/9).
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Siswa korban keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di Posko Penanganan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/9/2025). Berdasarkan data dari posko penanganan hingga Selasa (23/9) pukul 07.00 WIB sebanyak 352 siswa dan orang tua mengalami keracunan yang diduga akibat menyantap hidangan makan bergizi gratis pada (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Serapan anggaran Badan Gizi Nasional (BGN) tercatat mencapai Rp 19,3 triliun per 26 September 2025. Meski diklaim melebihi target bulan ini sebesar Rp 19 triliun, realisasi itu masih relatif rendah apabila dibandingkan anggaran BGN senilai Rp 71 triliun, atau baru sekitar 27 persen.

Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang mengatakan, pihaknya tidak mau terburu-buru dalam menggunakan anggaran untuk menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang merupakan prioritas Presiden Prabowo Subianto itu. Apalagi, saat ini tengah marak dugaan kasus keracunan akibat MBG. 

Baca Juga

"Kalau untuk soal anggaran, nanti kalau kami percepat, waduh kualitasnya malah banyak lagi nanti yang sakit kayak begini," kata dia saat konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).

Penyerapan anggaran itu tidak bisa dilakukan dengan cepat karena BGN ingin satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang bakal dibangun itu sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang ada. Karena itu, proses verifikasi yang dilakukan terhadap calon dapur MBG dilakukan dengan cermat.

"Kenapa lama? Ya kami pilih dulu, nih dapurnya bener, enggak? Dapurnya jangan-jangan, pas kami lihat, ya elah, gimana nih bekas bangkel udah didaftarin gitu lo," kata dia.

Karena itu, Nanik menyatakan, pihaknya harus hati-hati memberikan persetujuan dalam pembangunan dapur MBG. Apalagi, pembangunan itu dilakukan menggunakan uang yang dipungut dari pajak rakyat.

Bukan hanya itu, pembangunan dapur juga harus dilakukan dengan cermat, mengingat program itu menyangkut dengan kesehatan. Masalah kesehatan itu dinilai urusan sensitif. Pasalnya, adanya kesalahan sedikit bisa berdampak panjang, seperti maraknya kasus keracunan akibat MBG belakangan ini.

"Nah kalau ini, kami hanya asal, yang penting ini masuk, dapur apa masuk. Nah higiene-nya gimana? Kita ngurus sertifikat aja kan enggak cepat juga itu, nanti untuk dapat itu," ujar Nanik.

Ia khawatir percepatan yang dilakukan secara serampangan untuk penyerapan anggaran bisa berdampak terhadap kualitas dapur MBG. Namu, ia juga tidak mau mengandalkan prinsip "alon-alon waton kelakon" atau perlahan asal terlaksana. 

Menurut dia, salah satu upaya percepatan yang bakal dilakukan BGN adalah dengan melibatkan pemerintah daerah untuk melakukan verifikasi ke lokasi dapur bakal dibuat. Rekomendasi dari pemerintah daerah itu akan menjadi catatan bagi BGN untuk diprioritaskan. 

"Daripada yang enggak punya dapur, dia cuma megang booking titik aja. Dan ini untuk dia gambling mungkin, cari-cari siapa, investor lah, cari mana dulu. Nah ini kan juga memperlama," kata dia.

Terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang untuk BGN mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 28 triliun. Namun, keputusan itu sangat bergantung pada realisasi penyerapan di lapangan.

“Kalau betul bisa menyerap, ya kami kasih tambah. Kalau tidak, ya kami potong. Nanti akhir Oktober saya akan ke sini lagi untuk cek,” kata dia.

Sementara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana optimistis seluruh anggaran Rp 71 triliun dapat terserap hingga akhir tahun. Bahkan, BGN menyiapkan rencana untuk meminta tambahan Rp 28 triliun sesuai dana standby yang telah disiapkan Prabowo

“Insya Allah Rp 71 triliun bisa terserap. Bahkan kami berencana meminta tambahan ke Pak Menkeu, sesuai dana standby yang memang sudah disiapkan oleh Presiden,” kata Dadan.

Jika disetujui, total anggaran untuk program MBG tahun ini bakal mencapai Rp 99 triliun. Jumlah itu lebih kecil dibanding rencana awal sebesar Rp 171 triliun.

Diketahui, saat ini sudah ada sekitar 9.400 SPPG yang beroperasi di bebagai wilayah Indonesia. Dari total ribuan SPPG itu, sebanyak 45 SPPG diketahui tidak menjalankan SOP dalam menyediakan MBG untuk para penerima manfaat, sehingga BGN harus menutup 40 SPPG di antaranya hingga penyelidikan selesai dilakukan.

Sementara berdasarkan data BGN hingga 25 September 2025, total terdapat 70 kasus keracunan akibat MBG. Dari total kasus itu, terdapat 5.914 orang yang terdampak. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement