Kamis 25 Sep 2025 09:25 WIB
Catatan dari Tunisia Bagian III

Tak Ada Takbir, Tak Ada 'Nadifka ya al-Aqsa' di Armada Sumud

Sifat nonkekerasan Armada Global Sumud selalu ditekankan.

Relawan dari puluhan negara yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla mengikuti pelatihan nonkekerasan di Gedung General Union of Tunisian Worker, Tunisia, Selasa (2/9/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Relawan dari puluhan negara yang tergabung dalam Global Sumud Flotilla mengikuti pelatihan nonkekerasan di Gedung General Union of Tunisian Worker, Tunisia, Selasa (2/9/2025).

Laporan jurnalis Bambang Noroyono dan fotografer Thoudy Badai dari Tunis, Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Bagi umat Islam, masalah penjajahan Zionis Israel di Palestina dan penderitaan di Gaza berbalut dimensi keagamaan. Tak perlu heran kalau melihat para aktivis ataupun relawan dari negara-negara Islam, maupun yang melakukan aktivismenya berdasarkan Islam, meneriakkan yel-yel ke-Islamannya sebagai pemicu dopamin perjuangan dalam membela Palestina dan rakyat di Gaza.

Baca Juga

Birruh… Biddam… Nafdika ya al-Aqsha!” ribuan kali berkumandang diteriakkan delegasi dari negara-negara Islam, termasuk partisipan-partisipan Turki, Indonesia, Malaysia, dan Pakistan. “Jiwaku… Darahku… Kukorbankan untukmu ya al-Aqsa”.

Selama pelatihan dan persiapan pelayaran Global Sumud Flotilla di Tunisia, yel-yel tersebut kencang diserukan.

Dalam setiap sesi pelatihan, gema-gema takbir, ‘Allahu Akbar’ pun sudah biasa jadi ungkapan penutup acara. Dua jurnalis Republika, Bambang Noroyono dan Thoudy Badai yang mengiringi partisipasi Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) menyaksikan langsung semangat membara di Tunisia tersebut.

Ternyata, dalam konteks pelayaran Armada Sumud, semangat juang yang disurakan ini jadi persoalan. Oleh dewan pengarah dari Eropa, nyanyian dan ungkapan-ungkapan tersebut dinilai membahayakan. Yang mulanya adalah penyemangat, berpotensi mengancam nyawa. 

Yel-yel dan ungkapan tersebut juga dinilai sebagai penyaluran semangat yang berlebihan. Bisa menjadi pemicu para partisipan yang meyakininya untuk mengambil tindakan atau reaksi yang tak diharapkan. Ini bisa fatal saat kapal-kapal jadi target penyergapan tentara Zionis. Ungkapan-ungkapan dan yel-yel ke-Islaman tersebut bisa dianggap tentara Israel sebagai ancang-ancang mengambil sikap perlawanan. 

Warga Tunisia menyambut kapal Armada Sumud dari Spanyol saat tiba di Pelabuhan Sidi Bou Said, Tunisia, Ahad (6/9/2025).

Jika pun partisipan yang satu dapat menahan diri, teriakan oleh partisipan lain bakal membahayakan banyak orang  jika kapal kemanusian mengalami penyerangan. 

Koordinator IGPC Muhammad Husein mengingatkan ke seluruh delegasinya untuk menahan-nahan diri mengikuti ritme penyampaian yel-yel semangat dari partisipan negara-negara Islam lainnya itu. “Saya mengingatkan pesan penting dari steering committee, bahwa misi ini adalah non-violence movement, gerakan tanpa kekerasan,” kata dia. 

Husein mengaku sempat kecolongan dalam mengontrol para relawan, dan aktivis Islam yang dibawanya agar tak terlalu reaktif dalam sambut-menyambut yel-yel ke-Islaman tersebut. “Kemarin kita kecolongan akan hal itu. Kemarin ketika kita yel-yel, ‘Biruh Bidam Nafdika ya al-Aqsha’, itu tidak boleh di sini. Hati-hati!” ujar dia. Husein tak masuk dalam jajaran anggota Steering Committee Global Sumud Flotilla. 

Karena IGPC hanyalah payung dari banyaknya organisasi-organisasi nirlaba di Indonesia yang sangat peduli soal Palestina. Dan IGPC hanyalah ‘anakan’ dari Sumud Nusantara yang berbasis di Malaysia. Indonesia hanya anggota terbesar dalam Sumud Nusantara selain Malaysia, Pakistan, Maladewa, Bangladesh, juga Thailand, pun Filipina.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement