Selasa 16 Sep 2025 14:01 WIB

Dokumen Pencapresan tak Boleh Diakses Publik, Direktur LIMA Anggap Aneh, Ini Alasannya

Keputusan KPU dianggap bertentangan dengan prinsip demokratis.

Rep: Bayu Adji P / Red: Teguh Firmansyah
Pengamat Politik Ray Rangkuti.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pengamat Politik Ray Rangkuti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang mengatur sejumlah dokumen peestaratan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dikecualikan sebagai informasi publik. Salah satu dokumen yang tidak bisa sembarangan diakses publik itu adalah ijazah.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menilai, Keputusan KPU itu sangat aneh di tengah semangat keterbukaan informasi publik. Ia mengaku keputusan itu sama sekali tidak mununjang pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil karena bertentangan dengan prinsip pemilu demokratis.

Baca Juga

"Aturan ini sangat bertentangan dengan prinsip pemilu demokratis, di mana prinsip utamanya antara lain adalah transparansi, partisipasi dan akuntabel," kata dia kepada Republika, Selasa (16/9/2025).

Menurut Ray, sejumlah dokumen yang dikecualikan sebagai informasi publik dalam Keputusan KPU itu sebenarnya adalah hal yang paling penting untuk diakses publik. Ia mencontohkan, sejumlah dokumen seperti laporan harta kekayaan pribadi capres dan capawres ke KPK, SKCK, tidak sedang pailit, hingga profil calon, merupakan informasi yang mesti diketahui publik dari calon pemimpin.

"Yang paling ajaib, ketentuan dimaksud tidak lagi berlaku setelah lima tahun pemilu. Alias, saat di mana tidak lagi dibutuhkan untuk mengetahui dan menguji keabsahan administratif mereka, baru dokumen yang dimaksud dapat diakses," ujar Ray.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement