REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU, – Kepolisian Daerah Riau telah melakukan penyitaan sejumlah aset terkait dugaan korupsi Surat Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Riau. Proses penyitaan ini dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kepala Bidang Hukum Polda Riau, Kombes Pol Mohamad Qori Oktohandoko, menyatakan bahwa dasar hukum penyitaan aset ini berpedoman pada Pasal 39 KUHAP, yang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk menyita benda hasil tindak pidana maupun benda yang berkaitan langsung dengan tindak pidana.
Rumah di Jalan Sakuntala, Pekanbaru, dan apartemen di Batam disita berdasarkan penetapan dari Pengadilan Tipikor Pekanbaru dan Pengadilan Negeri Batam. Proses penyitaan ini disaksikan langsung oleh pihak yang menguasai barang bersama ketua RW setempat, dan pihak terkait menerima tanda penerimaan resmi.
Kombes Qori menambahkan bahwa rumah dan apartemen tersebut diduga kuat dibeli dengan dana hasil tindak pidana, yaitu pencairan dari SPPD fiktif perjalanan dinas luar daerah sekretariat dewan untuk tahun anggaran 2020-2021.
Keberatan yang diajukan oleh mantan Sekretaris Dewan DPRD Riau, Muflihun, melalui gugatan praperadilan dinilai sebagai hal yang wajar dan merupakan hak setiap warga negara. Praperadilan adalah mekanisme hukum untuk menguji sah atau tidaknya suatu tindakan penyidik, jelasnya.
Saat ini, sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Pekanbaru telah memasuki tahap pemeriksaan saksi ahli dan saksi fakta dari masing-masing pihak. Polda Riau menyatakan kesiapan menghadapi gugatan tersebut dengan menyiapkan 42 dokumen sebagai alat bukti.
"Semua tindakan penyitaan yang dilakukan Polda Riau berpedoman pada Pasal 38 dan 39 KUHAP. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, silakan mengajukan praperadilan. Itu forum yang sah untuk menguji," tambahnya.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.