REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa berdasarkan hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG) per 15 Agustus, Jakarta menempati peringkat tertinggi secara nasional untuk persentase gejala potensi depresi dan kecemasan, masing-masing sebesar 9,3 persen untuk depresi dan 7,6 persen untuk kecemasan.
"Secara nasional, risiko gejala depresi berada di angka 1 persen, sedangkan kecemasan di 0,9 persen," kata Imran Pambudi, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, pada Rabu, dalam sebuah lokakarya untuk Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia.
Pambudi menjelaskan bahwa hasil ini diperoleh dari 13 juta orang yang menjalani tes kesehatan mental di CKG, dan belum mencakup mereka yang mengikuti CKG di sekolah. Ia menegaskan bahwa ini bukan diagnosis, melainkan langkah deteksi dini yang kondisi sebenarnya perlu diidentifikasi oleh profesional.
Dia menekankan bahwa orang dengan depresi dan kecemasan adalah yang paling rentan melukai diri sendiri atau mencoba bunuh diri. Data 2024 dari IHME Global Burden of Diseases menunjukkan bahwa pada 2021, terdapat 746 ribu kasus bunuh diri, sementara di Indonesia ada 4.570 kasus.
Data 2024 dari Kepolisian Nasional mencatat Jawa Tengah memiliki jumlah kasus tertinggi, yaitu 478 kasus, tambahnya.
"Saya pernah membaca bahwa satu kasus bunuh diri dapat mempengaruhi 35 orang," ujarnya. Mereka yang terdampak termasuk anggota keluarga, teman, dan penolong. Dia menekankan pentingnya upaya pencegahan, termasuk peliputan media yang bertanggung jawab, menyediakan akses ke konseling, membatasi akses ke alat untuk melukai diri, dan meningkatkan keterampilan hidup.
Pemerintah telah merumuskan langkah ini dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Pambudi juga menyoroti upaya Dewan Pers untuk menangani hal ini melalui panduan dan regulasinya.
Media memainkan peran penting dalam mengubah narasi sehingga stigma dan kesalahpahaman tentang kesehatan mental dan bunuh diri dapat digantikan dengan dukungan dan empati.
Dalam acara yang sama, Yosep "Stanley" Adi Prasetyo, yang memimpin Dewan Pers dari 2016 hingga 2019, mengatakan bahwa pelaporan tidak bertanggung jawab tentang bunuh diri dapat membahayakan keluarga korban baik secara psikologis maupun ekonomi. Dia menambahkan bahwa pelaporan mendetail tentang metode bunuh diri juga dapat membuat orang lain menirunya, fenomena yang dikenal sebagai bunuh diri tiruan.
Dia menekankan bahwa jika jurnalis memutuskan untuk melaporkan bunuh diri, peliputan tersebut harus disertai panduan agar audiens yang mengalami keputusasaan dan pikiran bunuh diri dapat mengakses layanan dukungan seperti konseling.
Mereka yang mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental dapat menghubungi layanan Kementerian Kesehatan di 119 atau mengunjungi healing119.id.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.