REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan jual- beli kuota haji khusus dalam kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024 tidak dilakukan secara langsung. Pejabat Kemenag disebut mendapatkan biaya komitmen untuk tiap kuotanya.
"Tidak secara langsung," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Asep menjelaskan setelah 20.000 kuota tambahan haji dari Pemerintah Arab Saudi dibagi menjadi 10.000 kuota untuk haji reguler dan 10.000 kuota untuk haji khusus, pejabat Kemenag membagikan kuota tambahan haji khusus tersebut kepada asosiasi agensi perjalanan haji.
"Kemudian kuota itu dibagikan oleh masing-masing asosiasi ini ke travel agent (agensi perjalanan haji) yang menjadi anggota di asosiasinya," katanya.
Ia menjelaskan kuota tersebut juga sudah diatur pembagiannya untuk tiap agensi perjalanan haji sehingga tidak dipatok berdasarkan uang yang dimiliki para agensi.
"Artinya, si A dapat berapa, terserah yang punya uang dapat berapa, tidak. Akan tetapi, ini sudah dipatok, seperti itu," ujarnya.
Setelah itu, setiap agensi perjalanan haji membayarkan sejumlah uang melalui asosiasinya. Kemudian asosiasi membayar uang tersebut kepada pejabat di Kemenag.
Pejabat Kemenag tersebut, kata Asep, mendapatkan biaya komitmen per kuota haji sebesar 2.600 hingga 7.000 dolar Amerika Serikat.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.