Ahad 31 Aug 2025 15:02 WIB

Ketimpangan Sosial Dinilai Jadi Akar Aksi Anarkis dalam Demo

Sosiolog Unram soroti gaya hidup pejabat yang kontras dengan rakyat.

Sejumlah pengunjuk rasa terlibat bentrokan dengan personel Brimob di depan Markas Komando Brimob Polda Metro Jaya, Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Aksi tersebut menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online oleh mobil rantis Brimob.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah pengunjuk rasa terlibat bentrokan dengan personel Brimob di depan Markas Komando Brimob Polda Metro Jaya, Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Aksi tersebut menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online oleh mobil rantis Brimob.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Sosiolog Universitas Mataram (Unram) Saipul Hamdi menilai aksi anarkis yang terjadi dalam unjuk rasa beberapa hari terakhir berakar pada ketimpangan sosial yang dialami masyarakat.

“Akar masalah kalau analisa saya akibat persoalan ketimpangan sosial yang sangat jauh,” ujarnya di Mataram, Ahad (31/8/2025).

Baca Juga

Saipul mengatakan, jurang pemisah antara masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan atau bergaji kecil dengan legislator dan sejumlah instansi pemerintah yang bergaji besar kini semakin tampak jelas di Indonesia.

Beberapa tokoh politik, artis, pengusaha, maupun pejabat publik bahkan menampilkan gaya hidup hedonis melalui akun media sosial pribadi mereka.

Hal itu, kata Saipul, berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat akar rumput yang banyak terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK), penjualan produk UMKM yang lesu, serta ketiadaan kenaikan gaji.

“Masyarakat mulai gerah dengan itu. Ada gap kesejahteraan antara masyarakat dengan pejabat,” ucap Saipul.

Ia berpesan kepada para tokoh publik agar selalu menjaga sikap dan ucapan supaya tidak menyakiti hati masyarakat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan distribusi pendapatan atau kekayaan masyarakat Indonesia meningkat pada 2024. Angka gini ratio naik dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024.

Sebelumnya, aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat berlangsung di berbagai daerah. Mereka melayangkan berbagai tuntutan, mulai dari reformasi pajak, pengesahan RUU Perampasan Aset, hingga penolakan upah murah.

Unjuk rasa yang dimulai pada 25 Agustus 2025 masih berlanjut hingga kini dan telah menyebabkan banyak fasilitas umum serta perkantoran rusak. Aksi penjarahan dan pembakaran terjadi di sejumlah daerah, di antaranya Kantor DPRD NTB serta Kantor Gubernur Jawa Timur.

Pada 30 Agustus 2025, Presiden Prabowo memanggil Panglima TNI dan Kapolri guna membahas situasi terkini unjuk rasa. Ia memerintahkan aparat keamanan menindak tegas massa yang melakukan aksi anarkis.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement