REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Kualitas udara di Jakarta pada Sabtu pagi tercatat dalam kategori tidak sehat, menempatkan ibu kota Indonesia ini di posisi kedua sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta mencapai angka 177, yang masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5 mencapai konsentrasi 67 mikrogram per meter kubik.
Angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di Jakarta berpotensi merugikan kesehatan kelompok sensitif, termasuk manusia dan hewan, serta dapat merusak tumbuhan dan nilai estetika lingkungan. IQAir merekomendasikan masyarakat untuk menghindari aktivitas luar ruangan, menggunakan masker saat terpaksa berada di luar, dan menutup jendela untuk menghindari masuknya udara kotor.
Untuk perbandingan, kategori udara yang baik memiliki rentang PM2.5 antara 0-50, sementara kategori sedang berada pada rentang 51-100. Kualitas udara yang sangat tidak sehat, dengan rentang PM2.5 sebesar 200-299, dapat merugikan kesehatan sejumlah segmen populasi. Kategori berbahaya, dengan rentang 300-500, dapat menyebabkan kerusakan kesehatan serius bagi masyarakat.
Kota dengan kualitas udara terburuk pertama adalah Doha, Qatar dengan AQI 250. Posisi ketiga ditempati oleh Kinshasa, Republik Demokratik Kongo dengan AQI 172, diikuti oleh Kampala, Uganda di angka 165, dan Addis Ababa, Etiopia di angka 163.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta telah meluncurkan platform pemantau kualitas udara terintegrasi yang didukung oleh 31 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Data yang diperoleh dari SPKU ini ditampilkan melalui platform pemantau kualitas udara baru yang disesuaikan dengan standar nasional dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber, termasuk BMKG, World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Vital Strategies.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.