Jumat 01 Aug 2025 23:40 WIB

Kemkomdigi Ajak Komunitas Bijak Kelola Media Sosial Bagi Pelindungan Anak

Regulasi sebenarnya tidak cukup tanpa keterlibatan aktif dari orang tua.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melalui Ditjen Komunikasi Publik dan Media, Direktorat Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Media Digital Bagi Komunitas dengan tema Ruang Digital Aman dan Sehat Bagi Anak.
Foto: Kemkomdigi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melalui Ditjen Komunikasi Publik dan Media, Direktorat Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Media Digital Bagi Komunitas dengan tema Ruang Digital Aman dan Sehat Bagi Anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025 atau PP Tunas (Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Pelindungan Anak). Kehadiran PP ini penting untuk memastikan anak terlindungi di ruang digital dengan mengatur akuntabilitas Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

Namun, regulasi ini tak dapat berdiri sendiri. Butuh peran serta dari keluarga dan masyarakat luas untuk melindungi anak-anak di ruang digital.

Ketua Tim Kelembagaan Komunikasi Strategis, Yudi Syahrial, menjelaskan PP ini bukan berarti melarang anak untuk mengakses internet atau platform digital. "Melainkan, memberi anak tangga yang bertahap bagi anak-anak dalam mengadopsi teknologi,” ujar dia mewakili Direktur Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, Kemkomdigi.

Melalui PP ini, kewajiban PSE seperti media sosial, game online, website, layanan keuangan digital, dan lain-lain bagi anak diatur. Harapannya, sebagai digital native, anak-anak dapat mengadopsi teknologi secara bertahap, diawali literasi digital yang tepat.

“Kami sadar bahwa regulasi sebenarnya tidak cukup tanpa keterlibatan aktif dari orang tua dalam hal peningkatan literasi digital. Sebagai orang tua Kita harus memperkuat dan mendampingi anak-anak saat menggunakan dunia maya,” ujar Yudi.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melalui Ditjen Komunikasi Publik dan Media, Direktorat Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Media Digital Bagi Komunitas dengan tema “Ruang Digital Aman dan Sehat Bagi Anak”. Bimtek ini merupakan upaya membangun kesadaran kolektif bahwa dunia digital harus menjadi ruang yang aman bagi anak.

Kegiatan ini dihadiri oleh komunitas secara daring dan luring yang berasal dari berbagai latar belakang, baik komunitas orang tua, content creator, literasi digital, hingga keagamaan. Perancang Peraturan Perundang-undangan Direktorat Pengawasan Ruang Digital, Kemkomdigi, Sariaty Dinar Silalahi, menyampaikan PP Tunas hadir sebagai upaya melindungi anak dari banyaknya konten yang belum bisa disaring oleh anak.

“Sebelum merancang PP ini, kita konsultasi ke banyak pihak, termasuk asosiasi psikolog, tentang mengapa dibutuhkannya pembatasan berdasarkan usia. Berbeda usia anak akan berbeda pula treatment sesuai perkembangan psikologisnya,” jelas Sari.

Ada sekitar 13,4 persen anak punya akun yang dirahasiakan dari orang tua, terutama remaja. Sedangkan sebesar 32,1 persen anak membagikan informasi pribadinya di media social. Data ini bersumber dari Kajian Unicef pada 2023 tentang Pengetahuan dan Kebiasaan Daring Anak.

Sari mengingatkan bahwa ada ancaman seperti grooming maupun penyalahgunaan data pribadi. “Otak anak-anak itu seperti spons, yang merekam serta merta. Belum dapat memproses seperti orang dewasa. Orang tua memiliki peran untuk mengedukasi dan membimbing anak di ruang digital,” kata Sari.

Kebiasaan anak dalam menggunakan gawai dan internet, erat kaitannya dengan kebiasaan orang tua. Hal ini disampaikan oleh Praktisi Kehumasan dan Pakar Budaya Digital, Rulli Nasrullah atau Arul, yang menyampaikan materi tentang bijak menggunakan gawai.

Banyak orang tua yang lekat dengan gawai di keseharian. Akhirnya, anak melihat bahwa penggunaan gawai merupakan bagian dari rutinitas. “Kita jangan menyalahkan anak terlebih dahulu, namun semua dimulai dari orang tua untuk memberikan contoh yang baik,” ucap Arul.

Saat ini, anak cenderung mengikuti konten yang dilihat karena adanya godaan dan takut tertinggal tren atau FOMO (Fear of Missing Out). Mulai dari gaya hidup dan gaya visual, hingga penggunaan bahasa. Arul mengingatkan, jangan sampai anak-anak terjebak tren dan konten negatif seperti judi online.

“Salah satu cara yang paling sederhana adalah install aplikasi pengawasan di gawai anak, untuk mengetahui anak pergi ke mana, berapa lama anak main handphone, dan apa saja yang mereka akses,” jelas Arul.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement