REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Kwartir Pramuka haruslah sosok yang berintegritas, bersih dari korupsi dan punya jiwa kepramukaan. Mereka harus bisa menjadi contoh bagi para pramuka Indonesia.
Hal ini disampaikan mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Laode Muhammad Syarif. Beberapa waktu lalu, KPK menangkap tangan Topan Obaja Putra Ginting dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Topan adalah Kepala Dinas PUPR, Ketua Kwarda Pramuka Sumatera Utara,
Satu pekan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan Deni Nurdyana Hadimin dan dua tersangka lain dalam kasus Korupsi Dana Hibah Pramuka Rp 6,5 miliar. Deni adalah Ketua Harian Kwarda Pramuka Jawa Barat dan Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kwarnas Pramuka. dan sebelumnya menjadi Ketua Kwarcab Pramuka Kota Medan. Sampai saat ini, pimpinan Kwarnas belum mengumumkan pemberhentian Deni Nurdyana dari jabatannya di Kwarnas.
"Mereka (pimpinan kwartir Pramuka, Red) jadi teladan dan contoh bagi adik-adik pramuka siaga, penggalang, penegak dan pandega. Adik-adik akan sedih dan bingung jika ada ketua Kwartirnya ditangkap karena kasus korupsi," ujar Laode Syarif.
Dalam siaran pers disebutkan, sejak pekan lalu, di grup-grup WA kepramukaan beredar tentang laporan penugasan yang disampaikan adik-adik penegak Sangga Pendobrak dari Kwarda Jawa Barat kepada ketua Kwarnas. Mereka mendapatkan tugas dari pembinanya berdasarkan materi Syarat Kecakapan Umum Penegak dalam bentuk penyelesaian kasus tentang topik korupsi oleh pramuka dan implementasi Dasa Dharma ke-9 (Bertanggung jawab dan dapat dipercaya) dan ke-10 (Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan).
Dari hasil riset lewat Google, Instagram, Facebook, kajian perundangan dan peraturan pemerintah, Sangga Pendobrak menemukan data seorang mantan narapidana kasus korupsi yang menjadi Andalan Nasional (pengurus Kwarnas) periode 2023-2028). Pekan lalu, sosok ini bahkan diangkat sebagai Kepala Pusdiklat salah satu kwartir di Indonesia Timur.
Adik-adik penegak Sangga Pendobrak mengkaji aspek etika dan moral, tata kelola organisasi, potensi kontra produktif dan penolakan sosial, dan aturan internal organisasi. Mereka menyimpulkan bahwa seorang terpidana kasus korupsi tidak layak menjadi pengurus di Gerakan Pramuka. Menurut mereka, larangan itu mencerminkan komitmen organisasi terhadap nilai-nilai integritas dan kepercayaan publik yang tidak bisa ditawar.
"Laporan penugasan adik-adik itu harus kita dukung. Pendidikan anti-korupsi membutuhkan keteladanan dari pimpinan Kwartir. Dasa Dharma Pramuka jangan hanya sekedar diucapkan atau jadi jargon saja," kata Laode Syarif.
Pada 27 Juni 2019, Laode Syarif selaku Wakil Ketua KPK menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ketua Kwarnas Komjen Pol (Purn) Budi Waseso terkait pendidikan anti-korupsi. "Kita ingin Pramuka ikut terlibat dalam upaya pencegahan korupsi serta pengawasan,” ujar Laode Syarif saat itu.
Ketua Kwarnas Budi Waseso menyambut baik kerja sama tersebut. "Salah satu alasan dibentuknya Gerakan Pramuka memang untuk menciptakan generasi anak bangsa yang berintegritas. Sebab problem bangsa saat ini lebih banyak berkaitan dengan moralitas masyarakatnya," ujar Budi Waseso, yang pernah menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.