REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya delapan warga sipil dan lima tentara Kamboja tewas dalam pertempuran lintas batas dengan Thailand hingga Sabtu (26/7/2025), menurut Kementerian Pertahanan Kamboja. Sebanyak 35.829 warga sipil Kamboja telah mengungsi dari daerah-daerah berisiko tinggi di Provinsi Preah Vihear, Oddar Meanchey, dan Pursat.
Thailand juga telah melaporkan 15 korban jiwa, termasuk seorang tentara, selama bentrokan yang dilaporkan berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Ribuan warga Thailand juga telah mengungsi akibat bentrokan tersebut.
Thailand mengerahkan jet tempur, sementara Kamboja menembakkan roket dalam bentrokan tersebut, dengan kedua negara saling menuduh sebagai pihak yang memulai baku tembak yang dimulai pada 24 Juli.
Dihimpun dari berbagai sumber, berikut informasi mengenai konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja.
Sengketa wilayah Thailand-Kamboja
Sengketa wilayah antara Thailand dan Kamboja dapat ditelusuri kembali ke masa penjajahan Prancis pada 1907, sebuah peta perbatasan antara kedua negara disusun. Namun, para negara yang bertetangga itu menafsirkannya secara berbeda.
Selain itu, perwakilan Prancis dari komisi demarkasi tidak memperhatikan beberapa bagian perbatasan karena sulit diakses.
Kamboja telah menggunakan peta tersebut sebagai referensi untuk mengklaim wilayah, sementara Thailand berargumen bahwa peta tersebut tidak akurat. Setelah Kamboja merdeka dari Prancis pada 1953, wilayah-wilayah tersebut menjadi subjek sengketa wilayah.
Konflik yang paling menonjol dan penuh kekerasan terjadi di sekitar kuil Preah Vihear yang berusia 1.000 tahun. Sengketa terbaru dimulai pada Mei 2025, ketika pasukan kedua negara sempat saling tembak di wilayah yang diperebutkan dan menewaskan seorang tentara Kamboja.