Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyinkronkan data tambang yang tidak memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH).
“Minggu depan mungkin saya akan undang kembali bapak-bapak dari KPK untuk rekonsiliasi data ini (tambang tanpa PPKH, red.),” ujar Menhut Raja Juli Antoni di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7).
Menhut memandang langkah tersebut perlu dilakukan karena tambang tanpa PPKH berindikasi ilegal dinilai hanya merusak hutan, serta tidak menghasilkan dampak positif untuk negara.
Selain itu, dia mengatakan bahwa sinkronisasi perlu karena saat ini data yang dimiliki Kemenhut berbeda dengan KPK atau lembaga lain mengenai tambang tanpa PPKH.
“Data yang kami miliki masih selisih sekitar 50.000 hektare dengan KPK. Kami juga memiliki data berbeda dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),” katanya.
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa Kemenhut terus berkoordinasi dengan KPK sebelum pertemuan tersebut terlaksana.
“Tim dari kami, dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan sudah terus berkoordinasi dengan Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK untuk menghitung detail tentang potensi kerugian itu, karena sekali lagi, rekonsiliasi data menjadi penting,” ujarnya.
Ia menjelaskan koordinasi tersebut turut membahas kemungkinan kesalahan pengambilan data yang belum komplet hingga perbedaan metodologi.
“Jadi, sekali lagi saya sebagai menteri memiliki amanah untuk menertibkan ini. Pertama, menjaga hutan. Kedua, hasil PPKH ilegal itu sama sekali tidak ada keuntungan bagi negara,” katanya.
Setelah sinkronisasi dilakukan, Menhut mengatakan akan mengumumkannya kepada media.
“Kalau datanya sudah solid, pasti akan kami sampaikan kepada teman-teman semua,” janjinya.
Sebelumnya, KPK menyerahkan hasil kajian tata kelola tambang ke tujuh kementerian, salah satunya adalah Kemenhut.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan salah satu modus korupsi di sektor pertambangan adalah terkait PPKH.
Pada kesempatan itu, Setyo mengatakan sekitar 4.755 tambang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sudah tidak aktif, sedangkan 4.252 tambang dengan IUP masih aktif.