Sabtu 19 Jul 2025 15:23 WIB

Wamenham Akui Revisi KUHAP Dilakukan Cepat, Tapi tidak Terburu-buru

Mugiyanto mendorong agar RKUHAP dapat menyesesuaikan pemberlakuan KUHP yang baru.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Aktivis dari Lokataru Foundation membakar fotokopi draf RKUHP saat menggelar aksi menyikapi pembahasan RKUHAP di Gerbang Pancasila DPR, Jakarta, Jumat (11/7/2025). Dalam aksi tersebut mereka menyikapi proses legislasi pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai tidak partisipatif, terburu-buru, dan tertutup dari pengawasan publik.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Aktivis dari Lokataru Foundation membakar fotokopi draf RKUHP saat menggelar aksi menyikapi pembahasan RKUHAP di Gerbang Pancasila DPR, Jakarta, Jumat (11/7/2025). Dalam aksi tersebut mereka menyikapi proses legislasi pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai tidak partisipatif, terburu-buru, dan tertutup dari pengawasan publik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamenham) Mugiyanto Sipin menegaskan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tidak dilakukan secara terburu-buru. Mugiyanto mendorong agar RKUHAP dapat menyesesuaikan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

“KUHP itu akan mulai berfungsi efektif tanggal 2 Januari 2026. Ini juga harus diimbangi oleh KUHAP yang juga harus ada penyesuaian. Menurut saya, sudah tepat ketika semangatnya adalah revisi ini dilakukan secara cepat, tapi tidak buru-buru,” kata Mugiyanto dalam diskusi yang diadakan Ikatan Wartawan Hukum bersama Pusdatin Kementerian HAM di Jakarta, Jumat (18/7/2025).

 

Mugiyanto menilai cepat dan tidak terburu-buru mencerminkan terdapat prinsip kehati-hatian. Tujuannya guna menjamin revisi itu bermaksud pada perbaikan hukum dengan menyerap aspirasi publik. 

 

Kementerian HAM, imbuh Mugiyanto, juga mempunyai kepentingan dalam RKUHAP. Ia menyebut kementeriannya bertanggung jawab guna memastikan terpenuhinya aspek pemajuan, penghormatan, pelindungan, penegakan, dan penghormatan (P5) HAM. 

 

“Regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah itu harus berpegangan pada lima ‘P’ tadi. Kalau dalam konteks yang kita bicarakan, ya, ada perlindungan HAM terhadap saksi, tersangka, dan sebagainya,” ujar mantan Aktivis 98 itu. 

 

Mugiyanto menyebut RKUHAP sebagai penyempurnaan dari KUHAP lama yang sudah berlaku 44 tahun itu disusun untuk mencari titik keseimbangan antara ketertiban hukum dan pelindungan HAM. Walau diyakininya sulit, tapi Mugiyanto masih berharap hal itu bisa diwujudkan. 

 

"Pelindungan HAM terhadap masyarakat, khususnya tersangka, sudah diakomodasi dalam RKUHAP yang tengah bergulir di Komisi III DPR RI. Secara eksplisit, saksi sudah dibolehkan untuk didampingi advokat sejak tahapan penyelidikan," ujar Mugiyanto. 

 

Walau demikian, Mugiyanto menyatakan masih ada ruang dalam rangka perbaikan RKUHAP. Mugiyanto mendorong pemerintah dan DPR agar mengkaji masukan masyarakat. Apalagi ada prinsip partisipasi bermakna yang harus dipenuhi. 

 

Meaningful participation itu tidak hanya didengarkan atau dihadirkan, tapi lebih dari itu. Jadi, memastikan masukannya didengar, dimasukkan atau tidak; dan kalau tidak, kenapa? Jadi ada proses engagement (keterlibatan), dialog, seperti itu sehingga semua pihak bisa menerima,” ucap Mugiyanto. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement