Ahad 06 Jul 2025 06:55 WIB

Al-Ihsan’ Maupun ‘Welas Asih’ Sama-Sama Bukan Kata Asli Tanah Air

Bahasa Indonesia sedianya memang gabungan banyak bahasa.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Fitriyan Zamzami
Lukisan Kongres Bahasa Indonesia di Solo tahun 1938
Foto: ARNI
Lukisan Kongres Bahasa Indonesia di Solo tahun 1938

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Belakangan dunia maya Tanah Air diramaikan dengan polah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengganti nama RS Al-Ihsan di Kabupaten Bandung menjadi RSUD Welas Asih. Alasan Dedi, ia ingin nama yang lebih dekat dengan “kearifan lokal Sunda”.

Meski sebenarnya, kata “Welas Asih” sedianya bukan sepenuhnya asli dari Sunda. Kata “Āśīḥ” alias “आशी:” sedianya adalah kosakata Sansekerta. Merujuk kamus yang disusun Ram Narain Lal pada 1936, kata itu bisa berarti “permintaan perlindungan kepada dewa-dewi”, juga berarti “pemberkatan”. Sedangkan merujuk kamus Bahasa Sansekerta HH Wilson (1832) serta Monier Williams (1872), kata itu bisa berarti “mengharapkan atau melimpahkan berkah.”

Baca Juga

Di media sosial, upaya Pemprov Jabar ini kemudian ditingkahi beragam. Sampai-sampai muncul tudingan de-Islamisasi dan de-Arabisasi. Jikalaupun ada niatan seperti itu, ini upaya yang tergolong berat. Karena jika dihitung-hitung, Bahasa Indonesia memang seperti itu. Ia banyak sekali dipengaruhi kata-kata asing.

Jamak diyakini bahwa Bahasa Indonesia datang dari lingua franca yang marak dipakai para pedagang di Nusantara sejak lama. Ia disebut berakar dari bahasa Melayu yang dicakapkan di wilayah Riau-Lingga dan Johor.

Awalnya, menurut kritikus sastra sekaligus Indonesianis Andries Teeuw, bahasa Melayu Kuno muncul selambatnya pada abad ke-7 Masehi. Bahkan saat itu, bentuk kuno Melayu sudah mulai meminjam kata dan istilah dari bahasa Jawa Kuno dan Batak Kuno. Ini nantinya akan jadi dasar fleksibilitas bahasa yang kini digunakan di Nusantara.

photo
Pengunjung melihat koleksi pameran Abhinaya Karya 2022, Jejak Pengetahuan Nusantara di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, Kamis (29/9/2022). - (Republika/Wihdan Hidayat)

Bahasa Sansekerta yang datang bersamaan masuknya agama Hindu-Buddha juga mulai menyumbangkan kosakata untuk bahasa Melayu Kuno tersebut. Dalam prasasti yang dibuat untuk Raja Adityawarman kira-kira pada 1356 dan ditemukan di Sumatra Barat, Bahasa Melayu kala itu sudah dipenuhi kosakata pinjaman dari Bahasa Sansekerta.

Gambaran paling gamblang dari pengaruh ini bisa dilihat dari bagaimana orang-orang Nusantara menyebut benda besar di langit yang bersinar pada siang hari. Tak ada kata Melayu Kuno yang bertahan untuk menyebut benda itu. Yang dipakai adalah kata “matahari” (dari matanya “Hari” yang merupakan nama lain Dewa Wisnu); kemudian “Surya” dan “Baskara”, keduanya juga nama dewa Hindu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement