REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar mengajukan proposal baru kepada Israel yang mencakup gencatan senjata selama 60 hari di Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan. Kanal penyiaran publik KAN, Selasa (2/7/2025), mengutip dua sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa proposal tersebut mencakup pembebasan delapan sandera Israel pada hari pertama gencatan senjata. Dua sandera hidup lainnya akan dibebaskan pada hari ke-50 masa gencatan.
Selain itu, rencana tersebut juga mencakup pemulangan jenazah 18 sandera Israel yang akan dilakukan dalam tiga tahap, meskipun tidak disebutkan jadwal spesifik untuk penyerahan jenazah tersebut. Pihak berwenang Qatar belum memberikan komentar terkait laporan ini.
Kerangka usulan tersebut mirip dengan rencana sebelumnya yang diajukan oleh Utusan Timur Tengah AS, Steve Witkoff. KAN, mengutip sumber yang mengetahui jalannya negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas, menyebutkan bahwa perbedaan utama masih tetap ada, khususnya terkait syarat mengakhiri perang dan sejauh mana Israel akan menarik diri dari Gaza.
Pada Selasa, Presiden AS Donald Trump menyatakan optimisme terkait tercapainya kesepakatan Gaza dalam beberapa hari ke depan.
“Kami berharap (gencatan senjata) akan segera terjadi, kemungkinan pekan depan,” ujarnya.
Pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan mengunjungi Washington pekan depan untuk bertemu Trump. Para pengkritik di Israel, termasuk pihak oposisi dan keluarga para sandera, menuduh Netanyahu memperpanjang perang demi memuaskan faksi garis keras dalam koalisinya serta mempertahankan kekuasaannya.
Hamas di sisi lain berulang kali menyatakan kesiapannya membebaskan seluruh sandera Israel dengan syarat perang dihentikan, Israel sepenuhnya menarik diri dari Gaza, dan tahanan Palestina dibebaskan -- syarat-syarat yang ditolak oleh Netanyahu, yang justru menuntut persyaratan tambahan seperti perlucutan senjata kelompok perlawanan Palestina.
Israel memperkirakan sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza, dengan sekitar 20 orang diyakini masih hidup. Sementara itu, lebih dari 10.400 warga Palestina saat ini dipenjara di Israel, di mana mereka menghadapi penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis -- kondisi yang telah menyebabkan sejumlah kematian, menurut kelompok hak asasi manusia Palestina dan Israel serta media setempat.
Meski ada seruan internasional untuk gencatan senjata, militer Israel terus melancarkan serangan mematikan di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 56.600 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, sejak Oktober 2023.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas serbuannya di wilayah tersebut.