REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Presiden Iran Masoud Pezeshkian telah menyetujui undang-undang yang mewajibkan pemerintah untuk menangguhkan kerja sama Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), lapor Press TV resmi dan kantor berita Iran lainnya. Ini membuat lembaga PBB itu tak bisa lagi memeriksa potensi Iran mengembangkan senjata nuklir.
Pekan lalu, parlemen Iran mengesahkan undang-undang untuk menangguhkan kerja sama dengan IAEA. Langkah ini dilakukan setelah meningkatnya ketegangan antara Teheran dan pengawas nuklir PBB mengenai akses pemantauan dan transparansi setelah konfrontasi militer baru-baru ini dengan Israel dan Amerika Serikat.
Laporan IAEA dijadikan alasan Israel melakukan serangan ke fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni lalu. Iran kemudian menuding IAEA adalah agen Israel yang menerbitkan laporan sesuai agenda Israel. Israel dan Iran kemudian saling serang selama 12 hari, menyebabkan hampir seribu kematian di Iran dan puluhan di Iran.
Selepas perang tersebut, Iran kehilangan kepercayaan terhadap IAEA. Pekan lalu, Masoud Pezeshkian menyatakan keberatan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron, ketika negara-negara Eropa mengeluarkan pernyataan untuk membela inspektorat nuklir tersebut.
Kedua pria tersebut berbicara ketika para pejabat Iran mengatakan jumlah total kematian warga Iran selama perang udara 12 hari dengan Israel dan AS telah meningkat menjadi 935 orang, termasuk 38 anak-anak dan 132 wanita.

Pezeshkian mengkritik Dirjen IAEA, Rafael Grossi dalam panggilan tersebut, menurut akun Iran, dengan mengatakan bahwa dia tidak mengutuk serangan Israel dan AS meskipun serangan tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap piagam PBB dan perjanjian non-proliferasi nuklir (NPT).
Bahasanya lebih dibatasi dibandingkan orang lain di Iran, di mana surat kabar konservatif Kayhan mengatakan jika Grossi datang ke negara itu, dia harus diadili dan dijatuhi hukuman mati karena memiliki hubungan dengan agen mata-mata Israel, Mossad.
Grossi belakangan menyatakan Iran bisa mulai memproduksi uranium yang diperkaya lagi dalam “hitungan bulan”. Ini karena kerusakan yang disebabkan oleh serangan AS dan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran “parah” namun “tidak total.”
Dalam wawancara dengan CBS News, Grossi menyatakan bahwa kerusakan pada situs nuklir Iran “tidak total” bertentangan dengan klaim Presiden AS Donald Trump bahwa fasilitas nuklir Iran “dilenyapkan sepenuhnya.”
Sedangkan media Israel, KAN, melaporkan bahwa PM Netanyahu kemungkinan akan meminta jaminan kepada Presiden Trump untuk dapat menyerang Iran jika mereka mendeteksi bahwa pihak berwenang Iran sedang mencoba membangun kembali program nuklir atau persenjataan rudal mereka.
Netanyahu, yang dijadwalkan melakukan perjalanan ke Washington minggu depan, mungkin akan meminta surat tertulis dari AS, kata laporan itu. Dalam perang 12 hari mereka, Israel sangat merusak produksi rudal Iran dan merusak kemampuan nuklirnya.
Meskipun tingkat kerusakan masih diperdebatkan, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pekan lalu mengakui bahwa fasilitas nuklir negaranya mengalami “kerusakan yang signifikan dan serius” setelah AS menjatuhkan penghancur bunker di tiga lokasi utama.