Senin 30 Jun 2025 20:13 WIB

Tom Lembong Mengaku Hanya Melanjutkan Kebijakan Rachmat Gobel

Menurut Tom Lembong importasi gula di Kemendag sudah dilaksanakan sejak era Gobel.

Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengenakan rompi tahanan usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2025). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan terdakwa dalam perkara dugaan korupsi impor gula.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengenakan rompi tahanan usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2025). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan terdakwa dalam perkara dugaan korupsi impor gula.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menyebutkan bahwa dirinya hanya melanjutkan kebijakan importasi gula yang sudah ada sejak Mendag periode 2014-2015 Rachmat Gobel menjabat. Ia mengatakan, Gobel telah memberikan penugasan kegiatan importasi kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sejak menjabat sebagai mendag.

"Saya menindaklanjuti dan dengan persetujuan dari Menteri BUMN, saya memperpanjang penugasan yang diberikan kepada PT PPI dalam rangka upaya pemerintah untuk menstabilkan harga dan untuk stok gula nasional," ujar Tom Lembong saat diperiksa sebagai saksi mahkota dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Senin (30/6/2025).

Baca Juga

Selain memberikan penugasan kepada PT PPI, dirinya turut menindaklanjuti hasil diskusi rapat koordinasi (rakor) di tingkat kementerian, yang mengusulkan agar BUMN yang ditugaskan untuk menekan harga dan menstabilkan stok gula nasional, yakni PT PPI. Saat itu, Tom Lembong menyebutkan Gobel juga telah menugaskan peminjaman 100 ribu ton stok gula terlebih dahulu dari PT Angels Product untuk digelontorkan ke pasar pada musim kemarau, yang bersamaan dengan Hari Raya Idul Fitri pada 2015, yang juga diteruskan oleh dirinya.

Dia membeberkan bahwa arahan penekanan harga gula nasional berasal dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi kala itu lantaran harga bahan pokok, termasuk gula, sedang melonjak pada tahun 2015. Arahan tersebut, kata dia, disampaikan Jokowi dalam sidang kabinet, secara langsung kepada dirinya, maupun melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kala itu.

"Gula tentunya salah satu dari bahan pokok pangan yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan di kurun waktu 2015," tuturnya.

Tom Lembong diperiksa sebagai saksi mahkota alias saksi sekaligus terdakwa terkait kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, yang menyeret mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI Charles Sitorus sebagai terdakwa.

Dalam kasus itu, Charles didakwa turut serta memperkaya pihak lain senilai Rp295,15 miliar, yang merupakan bagian dari total kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar. Charles diduga tidak melaksanakan penugasan pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional sesuai dengan harga patokan petani (HPP) dan tidak melakukan kerja sama dengan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen gula sebagaimana dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PPI tahun 2016.

Akan tetapi, Charles telah melakukan kesepakatan pengaturan harga jual gula kristal putih dari produsen gula rafinasi kepada PT PPI, termasuk pengaturan harga jual gula dan produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas HPP bersama-sama dengan delapan perusahaan. Kedelapan perusahaan dimaksud, yakni dengan Direktur Utama PT Angels Products Tony Wijaya, Direktur PT Makassar Tene Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan, serta Direktur Utama PT Medan Sugar Industry Indra Suryadiningrat.

Kemudian, bersama-sama dengan Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Direktur PT Duta Sugar International Hendrogiarto Tiwow, serta Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur Hans Falita Hutama.

Atas perbuatannya, Charles terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junctoPasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement