REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengundang sejumlah pakar dari berbagai negara seperti Australia, Hungaria, dan Malaysia pada konferensi internasional membahas tentang reformasi hukum berkelanjutan.
Konferensi internasional bertajuk "The 3rd International Conference on Law, Conservation, and Sustainable Development" (IC-CONSIST) 2025 itu berlangsung pada 24-25 Juni 2025 yang digelar oleh Fakultas Hukum Unnes.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unnes Prof Zaenuri, di Semarang, Rabu, menjelaskan peran penting perguruan tinggi sebagai katalisator perubahan sistem hukum yang adil, inklusif, dan adaptif terhadap tantangan zaman.
"IC-CONSIST adalah wujud komitmen Unnes untuk menjadi bagian dari solusi global melalui sumbangsih akademik yang konkret," katanya.
Para pakar hukum yang hadir sebagai pembicara kunci, antara lain Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen (Melbourne Law School, Australia), Prof. Dr. Ildikó Bartha (University of Debrecen, Hongaria), dan Assoc. Prof. Dr. Nur Ezan Rahmat (Universiti Teknologi MARA, Malaysia).
Kemudian, Prof. Dr. Dewi Sulistianingsih dan Assoc. Prof. Dr. Anis Widyawati yang sama-sama berasal dari Unnes.
Dekan FH Unnes Prof. Ali Masyhar mengatakan bahwa konferensi itu merupakan momentum strategis bagi sivitas akademika untuk menjalin kolaborasi internasional dan mendiskusikan isu-isu hukum terkini dalam perspektif pembangunan berkelanjutan.
IC-CONSIST 2025, kata dia, tidak hanya menjadi ajang tukar gagasan, tetapi juga menegaskan posisi Unnes sebagai universitas konservasi yang berpikir global dan bertindak lokal.
Di tengah cepatnya perubahan sosial dan teknologi, Unnes terus mendorong reformasi hukum yang berpihak pada keadilan, keberlanjutan, dan masa depan Indonesia yang gemilang.
Dalam paparannya, Prof. Nadirsyah Hosen mengulas dinamika konsolidasi demokrasi Indonesia pasca-reformasi dengan meninjau ulang kerangka Linz dan Stepan.
Ia mengangkat studi kasus, seperti Omnibus Law, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.
Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, diperlukan peta jalan reformasi yang meliputi pembaruan peradilan, penguatan masyarakat sipil, perlindungan konstitusional, dan revitalisasi KPK.
Sementara itu, Prof. Ildikó Bartha menggarisbawahi urgensi reformasi hukum di tengah krisis global berlapis (policrises) dan transisi menuju transformasi hijau dan digital di Eropa.
Tak kurang dari 292 peserta menghadiri forum ini, terdiri atas 160 peserta internal Unnes dan 132 peserta eksternal dari berbagai institusi nasional maupun internasional seperti Malaysia, India, dan Thailand.